![]() |
Gambar : Jaksa Dakwa Windu Aji Sutanto, Namun Komisaris PT LAM TAN LIE PIN Masih Bebas. Ada Apa di Balik Kasus Pencucian Uang Rp 135,8 Miliar? Lidinews.id |
Jakarta, Lidinews.id - Pemilik PT Lawu Agung Mining (PT LAM), Windu Aji Sutanto, didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan membeli mobil mewah seperti Alphard dan Land Cruiser. Jaksa juga menyebut Windu menerima Rp 1,7 miliar terkait kasus korupsi pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
Sidang dakwaan terhadap Windu
digelar bersama satu terdakwa lainnya, Glenn Ario Sudarto, selaku pelaksana
lapangan PT LAM, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (5/3/2025).
Jaksa menegaskan bahwa Windu terlibat dalam pencucian uang hasil korupsi dari
penjualan ore nikel di Blok Mandiodo. Namun, yang menjadi sorotan publik adalah
keterlibatan Komisaris PT LAM, Tan Lie Pin alias Lili Salim, yang hingga saat
ini masih bebas berkeliaran.
Perintah
Pembukaan Rekening oleh Tan Lie Pin
Dalam dakwaan jaksa, terungkap
bahwa Tan Lie Pin memerintahkan dua orang office boy di Gedung Lawu Tower,
yakni Opah Erlangga Pratama dan Supriono, untuk membuka rekening yang kemudian
digunakan sebagai penampungan aliran dana hasil kejahatan. Fakta ini diperkuat
dengan kesaksian kedua office boy yang mengakui bahwa rekening tersebut dibuka
atas perintah langsung Tan Lie Pin, bahkan pengambilan uang pun berada di bawah
kendalinya.
Namun, yang menjadi pertanyaan
besar adalah, mengapa hingga saat ini Tan Lie Pin masih bebas beraktivitas di
Gedung Lawu Tower, yang seharusnya telah disita negara sebagai bagian dari aset
sitaan perkara? Bahkan, Tan Lie Pin diduga masih menjalankan bisnis melalui
perusahaan lain yang dikendalikannya, bekerja sama dengan salah satu BUMN,
yaitu PT Telkomsel Indonesia, Tbk.
Kejanggalan
yang Tak Tersentuh Hukum
Publik pun bertanya-tanya, siapa
sebenarnya Tan Lie Pin sehingga mampu lolos dari jerat hukum? Mengapa aparat
penegak hukum terkesan tutup mata terhadap peran Tan Lie Pin dalam skema
pencucian uang yang merugikan negara hingga Rp 135,8 miliar?
Jika melihat fakta persidangan,
dua saksi kunci, Opah Erlangga Pratama dan Supriono, telah dengan gamblang
menyebutkan bahwa rekening yang digunakan untuk menampung aliran dana ilegal
tersebut dibuka atas perintah Tan Lie Pin. Namun, anehnya, hingga saat ini
tidak ada tindakan hukum yang diarahkan kepadanya.
Jaksa Agung
Dinilai Lamban dan Sarat Intervensi
Kasus ini pun menimbulkan
kecurigaan publik bahwa ada kekuatan besar yang melindungi Tan Lie Pin dari
jeratan hukum. Apakah Jaksa Agung tidak mampu melihat realitas yang terjadi?
Atau apakah ada intervensi politik dan kekuatan oligarki yang melindungi Tan
Lie Pin dari proses hukum yang seharusnya dijalankan?
Presiden Prabowo Subianto telah
memberikan instruksi tegas kepada Jaksa Agung untuk memberantas korupsi hingga
ke akar-akarnya. Namun, lambannya penanganan kasus ini di bawah kendali
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menimbulkan dugaan kuat adanya intervensi
dari "tangan-tangan perampok uang rakyat."
Desakan Publik
untuk Jaksa Agung Ambil Alih Kasus
Masyarakat kini mendesak agar
Jaksa Agung mengambil alih penanganan perkara ini dari Kejaksaan Tinggi
Sulawesi Tenggara yang dinilai lamban dan sarat kepentingan. Transparansi dan
keberanian aparat penegak hukum sangat dibutuhkan untuk membongkar jaringan
mafia yang diduga melindungi Tan Lie Pin.
Jika benar Tan Lie Pin masih
menjalankan bisnis dengan PT Telkomsel Indonesia, Tbk, maka ini menjadi bukti
nyata bahwa kekuatan modal dan relasi politik mampu menundukkan hukum di negeri
ini. Padahal, aset Gedung Lawu Tower seharusnya telah disita negara sebagai
barang bukti dalam perkara pencucian uang yang merugikan negara ratusan miliar
rupiah.
Mengapa Tan Lie
Pin Sulit Disentuh?
Beberapa spekulasi mencuat
terkait alasan mengapa Tan Lie Pin sulit disentuh hukum:
- Koneksi dengan Pejabat Tinggi: Tan Lie Pin diduga
memiliki jaringan kuat dengan oknum di lembaga penegak hukum dan pejabat
tinggi negara.
- Pengaruh Oligarki: Kekayaan dan kekuasaan
yang dimiliki Tan Lie Pin memungkinkan dirinya untuk "membeli"
perlindungan hukum.
- Manipulasi Bukti: Dugaan penghilangan jejak
aliran dana dan penggunaan rekening orang lain untuk menutupi jejak
kejahatan.
- Kolaborasi dengan BUMN: Dugaan keterlibatan Tan
Lie Pin dalam bisnis dengan PT Telkomsel Indonesia, Tbk, menunjukkan
adanya kekuatan besar yang melindungi kepentingannya.
Ujian Bagi
Integritas Penegakan Hukum
Kasus ini menjadi ujian besar
bagi integritas penegakan hukum di Indonesia. Apakah Jaksa Agung berani
membongkar jaringan mafia yang bersembunyi di balik kasus ini? Ataukah hukum di
negeri ini hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas?
Publik menanti keberanian Jaksa
Agung untuk menuntaskan kasus ini tanpa pandang bulu. Tan Lie Pin harus diseret
ke meja hijau dan seluruh aset yang terkait dengan hasil pencucian uang harus
disita negara.
Jika tidak, maka ini akan menjadi
preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi di era pemerintahan Presiden
Prabowo Subianto yang berkomitmen kuat untuk membersihkan Indonesia dari
praktik-praktik kotor para perampok uang rakyat.
Kita tunggu langkah tegas Jaksa
Agung. Apakah hukum benar-benar dapat ditegakkan di negeri ini, atau justru
tunduk pada kekuatan modal dan oligarki?
Penulis : Arjuna H T Munthe