Oleh : Arjuna Herianto Tri Mayldo Munthe
Gambar : Refleksi atas Perjuangan Petani di Hari Tani Nasional 2024. Lidinews.id
Hari Tani Nasional 2024
menjadi momentum penting untuk merefleksikan peran petani dalam keberlangsungan
pangan nasional di tengah arus globalisasi, perubahan iklim, dan
ketidakstabilan ekonomi dunia. Bagi mahasiswa magister, terutama yang mendalami
studi terkait kebijakan agraria, sosial-ekonomi, dan pembangunan berkelanjutan,
refleksi ini seharusnya tidak hanya dipandang sebagai sebuah perayaan simbolis,
tetapi juga sebagai seruan untuk meninjau kembali peran krusial petani dalam
pembangunan nasional. Momen ini seharusnya menjadi pengingat bahwa petani bukan
hanya "penyedia" pangan, tetapi juga aktor utama yang menentukan
ketahanan pangan negara dan keberlanjutan sumber daya alam.
Konteks Perjuangan Petani
di Tengah Tantangan Global
Perjuangan petani di
Indonesia tidak bisa dilepaskan dari dinamika ekonomi global yang semakin
kompleks. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan telah membawa banyak
perubahan dalam sektor agraria. Misalnya, petani lokal kini harus bersaing
dengan produk impor yang harganya lebih murah karena adanya subsidi di negara
asalnya. Ketidakmampuan petani Indonesia untuk bersaing secara ekonomi dengan
produk impor ini sering kali memaksa mereka untuk menjual lahan mereka,
mengakibatkan urbanisasi yang masif dan mengancam keberlanjutan pertanian di
pedesaan.
Selain itu, perubahan
iklim menjadi tantangan besar bagi petani Indonesia. Perubahan pola hujan, suhu
ekstrem, dan ancaman bencana alam seperti banjir dan kekeringan telah
memperburuk kondisi pertanian di banyak daerah. Bagi mahasiswa magister yang
mempelajari isu-isu perubahan iklim, kondisi ini memberikan bahan kajian yang
sangat relevan. Banyak petani kecil yang tidak memiliki akses terhadap
teknologi pertanian modern atau modal yang cukup untuk mengadaptasi metode
pertanian yang lebih tahan terhadap perubahan iklim. Mereka bergantung pada
metode tradisional yang rentan terhadap fluktuasi cuaca. Sebagai hasilnya,
produktivitas pertanian menurun, pendapatan petani tergerus, dan kemiskinan di
pedesaan meningkat.
Kenyataan ini menuntut
kebijakan yang lebih adaptif, bukan hanya di tingkat nasional tetapi juga dalam
lingkup global. Sebagai calon akademisi atau praktisi kebijakan, mahasiswa
magister harus melihat bahwa advokasi terhadap hak-hak petani dan pembangunan
kebijakan agraria yang lebih adil bukan sekadar isu sektoral, tetapi bagian
integral dari pembangunan berkelanjutan dan pencapaian keadilan sosial.
Suara Petani dalam
Kebijakan Agraria
Salah satu kritik yang
sering muncul terkait kebijakan agraria di Indonesia adalah minimnya
keterlibatan petani dalam proses pengambilan keputusan. Mahasiswa magister yang
mendalami kajian politik dan kebijakan publik harus menyadari bahwa, meskipun
petani merupakan kelompok yang terbesar dalam struktur ekonomi pedesaan, suara
mereka sering kali terpinggirkan. Mereka jarang diikutsertakan dalam diskusi
mengenai kebijakan yang berkaitan langsung dengan kehidupan mereka, seperti
distribusi tanah, hak atas lahan, dan subsidi pertanian.
Hari Tani Nasional 2024
seharusnya menjadi titik balik untuk mengintegrasikan suara petani ke dalam
proses pembuatan kebijakan. Contoh nyata dari ketidakadilan ini dapat dilihat
dalam konflik agraria yang masih marak di berbagai daerah. Banyak petani yang
kehilangan akses terhadap tanah akibat tumpang tindih peraturan antara
pemerintah daerah dan pusat, atau akibat ekspansi besar-besaran dari industri
perkebunan yang mengabaikan hak-hak adat dan kepemilikan tradisional.
Perjuangan untuk
mengembalikan hak atas tanah kepada petani harus menjadi prioritas utama dalam
pembangunan agraria yang berkeadilan. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang seharusnya menjadi landasan
untuk melindungi hak-hak petani, sering kali diabaikan dalam implementasinya.
Sebagai mahasiswa magister yang mendalami hukum agraria, analisis terhadap
kegagalan implementasi UUPA ini bisa menjadi salah satu kajian menarik.
Diperlukan kebijakan yang lebih tegas dan pelaksanaan yang konsisten agar
hak-hak petani, terutama yang berkaitan dengan kepemilikan tanah, dapat
terlindungi dengan baik.
Penguatan Akses dan
Kesejahteraan Petani
Selain penguatan hak atas
tanah, akses petani terhadap sumber daya seperti modal, teknologi, dan
informasi juga menjadi faktor kunci untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Di
banyak daerah, petani kecil masih kesulitan mendapatkan akses terhadap kredit
pertanian yang dibutuhkan untuk mengembangkan usaha mereka. Bank atau lembaga
keuangan sering kali memandang usaha pertanian sebagai sektor yang berisiko
tinggi, sehingga enggan memberikan pinjaman kepada petani kecil. Ini
menunjukkan adanya ketimpangan dalam akses terhadap modal yang harus segera
diatasi.
Bagi mahasiswa magister
yang tertarik pada pembangunan ekonomi, fenomena ini memberikan kesempatan
untuk mengeksplorasi model-model pembiayaan alternatif yang bisa lebih
inklusif. Misalnya, bagaimana lembaga keuangan mikro atau koperasi bisa
memainkan peran yang lebih signifikan dalam mendukung petani lokal? Di samping
itu, penting juga untuk memikirkan strategi bagaimana teknologi pertanian
modern bisa diakses oleh petani dengan lebih mudah dan terjangkau.
Hari Tani Nasional
seharusnya menjadi momentum untuk mendorong pemerintah dan sektor swasta agar
bekerja sama menyediakan fasilitas yang mendukung produktivitas petani. Ini
termasuk pelatihan untuk penggunaan teknologi baru, subsidi bagi petani yang
ingin mengadopsi metode pertanian berkelanjutan, dan akses terhadap pasar yang
lebih luas. Tanpa intervensi yang terstruktur, petani akan terus berada dalam
posisi yang tidak menguntungkan di pasar yang semakin kompetitif.
Peran Mahasiswa Magister
dalam Perjuangan Petani
Sebagai bagian dari
generasi intelektual muda, mahasiswa magister memiliki peran yang sangat
penting dalam mengadvokasi hak-hak petani. Pendidikan yang mereka tempuh
memberi mereka bekal pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
mengidentifikasi masalah-masalah struktural yang dihadapi petani, serta
merumuskan solusi yang inovatif. Dalam konteks Hari Tani Nasional, mahasiswa
tidak hanya bisa menjadi pengamat pasif, tetapi juga aktor aktif yang
berkontribusi dalam memperjuangkan keadilan agraria dan pemberdayaan petani.
Penelitian, advokasi, dan
pengembangan kebijakan yang berpusat pada petani bisa menjadi salah satu cara
untuk mengembalikan petani ke pusat perhatian pembangunan nasional. Dengan
melakukan kolaborasi antara akademisi, aktivis, dan petani, mahasiswa magister
bisa menciptakan platform dialog yang memungkinkan aspirasi petani didengar dan
diakomodasi dalam kebijakan publik.
Hari Tani Nasional 2024 seharusnya menjadi pengingat bahwa masa depan pertanian Indonesia ada di tangan generasi muda. Dengan dukungan yang tepat dan kebijakan yang berpihak pada petani, sektor pertanian bisa menjadi pilar ketahanan pangan yang kuat dan berkelanjutan. Oleh karena itu, perjuangan petani harus menjadi perjuangan bersama, di mana mahasiswa magister memegang peran strategis dalam mengadvokasi, mengedukasi, dan merumuskan kebijakan yang adil dan berkelanjutan.