Gambar : Cerpen-Tentang Mantan. Lidinews.id |
Lidinews.id - Tak pernahku sesali kepergiannya. Dan tak pernah kuharapkan ia kembali dalam pelukan. Biarkan ia pergi jauh. Sejauh-sejauhnya. Karena kepergiannya hanya meninggalkan dua hal: Kenangan dan hati yang terluka. Aku menyadari cinta tak selamanya harus memiliki.
Ada beberapa band di negeri ini yang menggunakan kalimat "aku menyadari cinta tak selamanya harus memiliki". Nampak penciptanya mungkin sefrekuensi perasaan denganku. Mungkin pencipta lagu itu ia pernah bersama dengan pujaan hatinya, lalu pergi meninggalkannya. Hanya saja aku tidak punya band, walau sempat menciptakan lagu tentang mantan. Jika ada, mungkin saja kisahku dengan mantan itu akan aku ungkapkan lewat lirik lagu.
Namun sayang, aku hanyalah pemuda jalanan yang mengukur jalan dan sibuk menarik ulur layar handphone di tangan.
Kalau mau jujur, aku telah melupakan mantanku. Sudah kutandaskan dalam memori. Aku kubur bersama lajunya waktu. Kisah bersamanya memangnya pernah berkelindan dalam memori. Menari-nari pada luka yang pernah menganga. Menggarami kesedihan yang pernah tercipta. Membumbuinya dengan kisah-kisah lain yang datang berseliweran.
Sejak memutuskan pergi, aku tak pernah mempersoalkan kepergiaannya. Ia berhak atas pilihan hatinya yang sedang berkecamuk kala itu. Namun jika bisaku sesali ia terlalu cepat mengambil langkah. Melangkah jauh, sejauh yang ia inginkan. Ia tak pernah memberi sedikit logika atas keputusannya.
Amarah merajai pilihannya yang dianggap tepat. Bukankah ia itu harus lebih mengerti bahwa masalah yang datang akan jauh lebih menguatkan hubungan jika disikapi dengan bijak. Bahkan akan lebih mendewasakan kala direspon dengan perasaan yang diteteskan embun kasih sayang. Ia menuruti amarahnya yang memuncak. Membakar semak-semak kenangan yang terjalin begitu erat. Meremukkan kerinduan dan kasih sayang yang pernah terpatri. Menghujaninya dengan keangkamurkaan yang tak pernah dapat terkendali.
Kala itu aku hanya pasrah atas pilihannya untuk pergi. Meninggalkan aku sendiri yang menaruh harap dia cinta pertama dan terakhirku. Tapi daku tak punya kuasa akan takdir. Aku hanya punya pilihan untuk pasrah tanpa pernah diberi ruang untuk melayangkan nota protes pada keadaan. Takdir telah memutuskan hubungan aku dengannya. Keputusan serupa hakim di ruang pengadilan yang tak bisa dibanding apa lagi diganggu gugat.
Namun seiring melajunya waktu, aku mencoba melupakannya. Melupakan senyumnya yang menawan kala kami bersua sambil menikmati temaram senja di Wadu Ntadi Rahi. Sebuah batu bersejarah yang historis di tepi timur teluk Cempi. Di sanalah kami pernah menyulam kebersamaan. Menjahitnya dengan kata-kata dan embun kasih sayang sebagai anak manusia yang pernah melangitkan mimpi untuk terus bersama. Tapi sayang, takdir berkata lain. Kami berpisah.
Itu hanya sekelabat dari puluhan kisah yang berkelindan dalam memori tentang aku dan dia. Aku sedikit pun tak pernah menyesali kepergiaannya dalam hidupku. Namun aku sedikit menyanyangkan kehadirannya dalam perjalanan hidup ini. Ia datang lalu pergi dan meninggalkan kenangan dan luka.
Setelah sekian lama kami berpisah dan ia telah mendapat status mantan dalam hidupku. Tanpa hujan petir menyambar, badai menghujam, tiba-tiba ia memberi kabar. Kabar bahwa ia akan segera naik di atas pelaminan dan akan bersanding dengan laki-laki pilihannya. Ia akan menjalani hidup baru bersama pujannya. Kembali ia menentukan pilihan.
Ingin marah pada keadaan, sayang aku tak punya kuasa. Yang kusesali bukan karena pilihannya akan menikah. Tapi kenapa pula ia memberi kabar. Kabar bahagia pula. Tidakah ia berpikir bahwa aku pernah dicampakkannya dalam kisah asmara yang tak berakhir indah dengannya.
Aku perlahan mulai menyadari, bahwa perempuan hanya memikirkan perasaannya tanpa pernah mau mengerti perasaan orang lain. Maka tak apa aku sering mengatakan bahwa, perempuan itu jika tersakiti ia mudah memaafkan tapi sulit melupakan yang dialaminya. Betul?
Penulis : Raden't
Editor : Arjuna H T M