Gambar : Perjalanan Jilena dan Max Menjadi Perik Sidua-dua. GegehPersadaFilm/Lidinews.id
Film yang berangkat dari lagu Perik Sidua-dua, Ciptaan Rahmatsys Barus menelisik lapisan-lapisan ekosistem Jilena. Dalam tata Bahasa Karo, nama Jilena berangkat dari Mejile yang maknanya cantik, rupawan atau indah. Jadi, Ekosistem Jilena dimaksudkan mengenalkan kepada publik nasional maupun internasional tentang keindahan tanah Karo dengan segala dinamika sosial, ekonomi, budaya, politik dan pendidikan yang saling berkelindan.
Lidinews.id - Nama Jilena dalam film ini terinspirasi oleh nama kelompok Arisan Perempuan Karo di Cibubur, salah satu pengurusnya ibu Valentine Sembiring. Sebagai tokoh utama, tumbuh kembang Jilena dipengaruhi berbagai ekosistem yang ada di tanah Karo.
Kompleksitas ekosistem inilah yang mendorong Jilena untuk melakukan perubahan tatanan sosial di kampungnya. Permasalahan sosial tentang peletakkan peran di kehidupan akibat perbedaan gender dalam struktur sosial Masyarakat Karo.
Permasalahan tanah ladang dan hutan yang semakin banyak di kavling-kavling. Perkembangan zaman yang terkadang mengikis nilai-nilai budaya dalam rutinitas sehari-sehari.
Sebagai Perempuan Karo yang berdiaspora, kemudian memutuskan pulang kampung membangun perekonomian di tanah sendiri, ekosistem Jilena dipengaruhi budaya luar tanah Karo dan adat istiadat Karo itu sendiri.
Gambar : Perjalanan Jilena dan Max Menjadi Perik Sidua-dua. GegehPersadaFilm/Lidinews.id
Dalam perjalanan mewujudkan semua cita-citanya ini, tak dapat dihindari cinta tumbuh di Taman Gunung Api Karo. Dalam proses syuting menuju puncak gelombang, kisah perjalanan Jilena disaksikan banyak mata, baik dari lingkar dalam Tim Produksi maupun lingkar luar yang memiliki keterkaitan terhadap tumbuh kembang proses penciptaan Film ini.
Iklim dan cuaca pun turut mematangkannya.
Hujan membuat kami lebih trengginas beradaptasi dengan cuaca. Seperti halnya Syuting Film Perik Sidua-dua Gelombang 6 pada Sabtu-Senin/16-18 September 2023 di Gardu Pandang Tongging, Desa Tongging Kecamatan Merek, Karo.
Syuting yang pengambilan gambar di luar ruangan membuat kami lebih kompak saling bahu membahu menjadikan hujan sebagai nyanyian alam yang mengalun di antara gemerisik daun-daun pinus di Gardu Pandang Tongging.
Dari sini kita bisa melihat kepingan surga yang membentuk tekstur-tekstur mempesona. Hujan adalah berkah yang menyuburkan semangat dan cita-cita kami untuk membangun tanah leluhur.
Jilena tumbuh dan besar di antara pegunungan dan lembah dengan musim panas dan hujan yang sering beriringan. Dia menjadi sosok yang lembut namun teguh terhadap prinsip perjuangan, energik dan suka dengan pembaharuan tapi tetap patuh pada adat dan tradisi.
Sebagai sosok yang sehari-harinya menikmati hujan dan panas sekaligus ia setia mengikuti zaman namun tak pernah meninggalkan nilai-nilai budaya.
Sebagai Perempuan hulu, yang selalu didendangkan irama belantara rimba dan gema pegunungan, Jilena terus berjalan bersama sahabat-sahabatnya ke lokasi camping Pulo Silalahi, Desa Silalahi.
Ia tak lelah karena Danau Toba mengalir lembut di setiap sel darahnya. Lokasi camping ini untuk mendekatkan Jilena ke Batu Naulibasa, Sitio-tio.
Untuk membawa Max pada jejak vulkanik yang eksotik. Hujan memiliki Bahasa sendiri untuk menyatakan belum saatnya Jilena mengenalkan Max pada Danau Toba.
Jilena tetaplah pengelana. Persebaran destinasi wisata di Tanah Karo yang melimpah tak membuat Jilena patah arang. Ia bersama sahabatnya pun bergerak ke Desa Suka.
Di sini terdapat Museum Djamin Ginting, mengoleksi berbagai artefak dan manuskrip yang mengabarkan betapa kayanya kebudayaan Karo. Takkan habis bila dikelola dengan memahami ruh dan jiwa gagasan para leluhur mendiami dataran tinggi di atas 1000 mdpl ini.
Angin gunung dan gema nuri-nuri di Lembah-lembah telah mempertemukan dua tokoh Perempuan Karo sebagai investor Film Perik Sidua-dua; ibu Hartalina br Sembiring dan Ibu Riahna Djamin Ginting. Mereka hadir di Museum Djamin Ginting untuk menyaksikan dan terlibat proses syuting film.
Sebagai Perempuan Karo, energi Jilena yang hendak membangun tata kelola perekonomian berbasis geokultur wisata menarik dua tokoh Perempuan Karo ini untuk ikut ambil bagian.
Kita ketahui, Ibu Riahna Djamin Ginting adalah puteri dari Djamin Ginting yang namanya ditasbihkan sebagai jalan terpanjang di Indonesia, peraih Rekor Muri. Ibu Riahna Djamin Ginting adalah Direktur Utama PT. Amal Tani bergerak dalam usaha perkebunan kelapa sawit dan Pabrik Kelapa Sawit.
Gambar : Perjalanan Jilena dan Max Menjadi Perik Sidua-dua. GegehPersadaFilm/Lidinews.id |
Beliau juga adalah produser film yang handal, salah satu film nasional yang diproduseri adalah Tiga Nafas Likas. Kemudian Ibu Hartalina br Sembiring adalah sosok pengusaha kawakan dari usia muda yang rendah hati.
Di usia 65 tahun sekarang, masih menjalankan usaha tambak udang di Langkat, Kebun Kelapa Sawit dan Pengusaha Ria Foodcourt (Ex Bioskop Ria Berastagi).
Ibu Hartalina br Sembiring merupakan isteri bapak Layari Kaban; pengusaha bidang Perhotelan dan SPBU, mantan Ketua PHRI Sumut, mantan anggota DPRD Sumut, yang baru saja menjalani wisuda Program Doktoral Bidang Teologia.
Ibu Hartalina br Sembiring sudah ada di lingkaran dalam tim produksi Film Perik Sidua-dua sejak awal rencana judul lagu ini digubah sebagai karya Film.
Dua tokoh Perempuan Karo itu tersenyum menyaksikan Jilena bergerak lincah menata cita-cita dan masa depan tanah Karo yang lebih maju.
Kemudian melanjutkan perjalanan ke Kabanjahe, menuju Siosar puncak 2000 untuk persiapan Syuting hari terakhir di Kafe Surya yang dibangun oleh keluarga Pengungsi Letusan Sinabung.
Di Siosar, Jilena menyaksikan Kawasan hutan di gunung Sibuaten yang berubah dengan cepat menjadi kompleks villa mewah dan perkampungan.
Alam pikir Jilena bergerak cepat untuk mengembangkan usaha travel tongging ke Kawasan Siosar, apalagi disana adiknya Eben membangun usaha Kafe.
Ibu Riahna Djamin Ginting dan Ibu Hartalina br Sembiring terus mengikuti pergerakan Jilena sebagai sesama perempuan Karo yang hendak menunjukkan ke dunia bahwa perempuan juga bisa menjadi garda terdepan pembangunan tanah Karo Simalem.
Sementara, Jilena yang sudah meleburkan tanah kelahirannya ke setiap pori-pori, mulai merancang lebih sistematis pola dan metode bisnis yang akan diterapkannya dengan pendekatan wisata berbasis budaya Karo.
Sebagai pewaris spirit para perlanja sira, Jilena tak mau berdiam di satu lokasi. Ia melanjutkan perjalanan membawa Max pada syuting film gelombang 7, Jumat-Senin/ 22-25 September 2023.
Jilena semakin memahami potensi-potensi tersimpan di tanah Karo yang dapat dikelola sebagai ujung tombak Pembangunan tanah Karo yang berbudaya. Bergerak dari Medan Resort City, Johor dengan tatanan arsitektur bangunan bergaya Eropa.
Di sana Jilena dan Max mencoba membaca ulang hubungan yang tercipta antara Indonesia dengan Belanda. Komunikasi antara dua bangsa yang menciptakan relasi saling menguasai, tapi membutuhkan satu dengan lainnya.
Seperti kepakan sayap merpati, Jilena pun mengembangkan pesonanya di Hotel Danau Toba Medan sebagai titik terjalinnya hubungan Kerjasama antara Sam Travel dan Tongging Travel & Tourism.
Diharapkan dalam kerjasama ini, wisatawan-wisatawan yang menggunakan jasa perjalanan menuju tanah Karo dapat melalui Hotel Danau Toba untuk bercengkerama sebelum menginap di The K Hotel.
Jilena pun menyusuri pegunungan menuju Batu Naulibasa, Sitio-Tio pinggiran Danau Toba. Savana hijau yang eksotik dihiasi bebatuan hasil letusan volcano Toba, dari sini kita bisa memandang dengan luas panorama Danau Toba dan perbukitan menghijau.
Jilena berkeliling membawa Max naik sampan di kaki Tongging Hills, Bernama Teluk Pea Pira, Dusun Pea, Desa Sibolangit, Kec. Merek dengan Pantai yang sangat tenang.
Cocok untuk potensi Wisata Taman Air, Renang dengan bermain Ban dan lokasi Camping Ground di tepi pantainya dengan naungan pohon mangga.
Pea Pira artinya tempat bertelur ikan, yang kemudian penulisannya menjadi Pae Pira. Kesalahan penulisan ini disebabkan sesat karena viralnya tidak dibarengi nama sebenarnya, mulai dari plank pengusaha wisata, Petunjuk Jalan Dishub dan penyebutan para Selebgram, juga media massa.
Jilena dan Max semakin tak terpisahkan dalam perjalanan menyusuri potensi wisata dan budaya di tanah Karo. Menuju Gajah Bobok di Kawasan Gunung Sibuaten. Menginap di Villa JM di Kompleks Maulana Café.
Destinasi yang layak dikembangkan sebagai titik memandang keindahan pegunungan dan danau Toba. Dari sini kemudian bergerak ke tanah keluarga Rinto Sijabat di simpang Kuta Pangambatan, lalu ke Air Terjun Sipiso-piso kembali ke Gardu Pandang Tongging menyelesaikan scene mengemudi naik turun jalan Tongging dan Restoran Terapung Sitopsi.
Setelah menyusuri potensi-potensi wisata berpanorama menakjubkan, Jilena dan Max bersama tim bergerak ke Juma Bakal, Rumah Siwaluh Jabu Desa Budaya Dokan, Palas Si Pitu Ruang Desa Ajinembah untuk mengenali lebih dekat budaya dan tradisi Masyarakat Karo. Siwaluh Jabu dan Palas Si Pitu Ruang telah ditetapkan sebagai cagar budaya yang dimilki tanah Karo.
Perjalanan ini sangat penting untuk mengenali lebih dekat asal mula rumah adat Karo. Dari palas Si Pitu Ruang kita bisa memahami bagaimana orang-orang Karo belajar membuat rumah adatnya.
Setelah isitirahat dan mengambil scene di Takar Coffee, Jilena membawa Max ke Pasar Tradisional Tiga Panah. Sebuah ruang pertemuan niaga antara warga dengan pedagang yang mendistribusikan hasil bumi di tanah Karo. Kami pun selanjutnya kembali ke The K Hotel, Medan dan mengakhiri syuting gelombang 7 di sana.
Menuju puncak Syuting yang akan mengambil scene pesta adat pernikahan di Jambur, Jilena dan Max akan melakukan perjalanan syuting kembali pada Jumat-Minggu/ 29 September-1 Oktober 2023 di Danau Toba Hotel sebagai titik pertama Max beristirahat dan menyusun rencana untuk memahami lebih dekat Taman Gunung Api Karo.
Dari Hotel Danau Toba Medan, Jilena membawa Max bercengkerama dengan para leluhur Karo di Puncak DP, Lembah Sibayak. Kawasan ini merupakan post vulkanik yang jejaknya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan agrowisata, wisata gunung api, wisata Sejarah dan budaya.
Kekayaan potensi alam dan Sejarah yang terdapat di Lembah Sibayak ini akan dieksplor Jilena untuk meyakinkan Max, bahwa tanah Karo adalah rumah bagi tatanan kehidupan masa depan.
Gambar : Perjalanan Jilena dan Max Menjadi Perik Sidua-dua. GegehPersadaFilm/Lidinews.id |
Jejak-jejak post vulkanik Sibayak yang dimanfaatkan untuk Pembangunan ekonomi misalnya Uruk Pertekteken yang dikelola untuk pembangkit listrik tenaga Gas, sumber air panas dari kawah Sibayak yang dikelola untuk wisata pemandian air panas, sumber air bersih yang dikelola oleh Perusahaan air minum dan PDAM Tirtanadi.
Di perjalanan Jilena dan Max selanjutnya mengunjungi Bukit Kubu, Gundaling. Di area ini Jilena mengenalkan kepada Max sosok proklamator Indonesia yang pengaruhnya sampai ke sudut-sudut dunia. Untuk menjadi Perik Sidua-dua, mereka melanjutkan kisah-kisahnya ke arah Gunung Sinabung dan Lau Kawar.
Gunung yang meletus berkepanjangan, namun tidak membuat Masyarakat Karo mengemis - ngemis minta belas kasihan. Destinasi wisata di Kawasan ini juga menjadi target Tongging Travel & Tourism untuk menarik perhatian wisatawan lokal maupun mancanegara berkunjung ke Tanah Karo.
Ada Erdilo Kafe berada di sebuah gundukan tanah tinggi. Dari lokasi ini, mat akita dimanjakan berbagai panorama yang layak dijadikan monumen dalam kehidupan.
Diharapkan dari perjalanan Syuting ini Jilena dan Max dapat menjadi Perik Sidua-dua sebagai simbol kesetiaan dan kebersamaan yang dibangun dengan cinta dan cita-cita memajukan kampung halaman.
Perik sidua-dua bisa diartikan burung merpati yang selalu berdua kemanapun berada, dia tak terpisahkan hingga maut menjemput. Sebab merpati tak pernah ingkar janji.
Perjalanan Jilena dan Max Menjadi Perik Sidua-dua