Penulis : Rahmat Sentosa Daeli
Tokoh Pemuda Riau
Gambar : Veganisme Yang Epik Sebagai Dalang Revolusi Bumi. Lidinews.id |
Diskursus tentang green environment telah digaungkan sejak manusia menyadari akan pentingnya jalinan ekologis yang baik dengan lingkungannya.
Lidinews.id - Hal ini juga tidak terlepas dari upaya manusia dalam menghadapi respon alam sebagai akibat dari perbuatan manusia itu sendiri. Hubungan kausalitas yang demikianlah sesungguhnya yang melahirkan diskursus green environment.
Menyoal tentang green environment tentu tidak terlepas dari isu pemanasan global yang juga merupakan unsur dari hubungan kausalitas tersebut di atas.
Pemanasan global atau global warming adalah proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfir laut dan daratan bumi yang mengakibatkan terjadinya climate change.
Climate change sendriri merupakan perubahan jangka panjang dalam distribusi pola cuaca secara statistik sepanjang periode waktu mulai dasawarsa hingga jutaan tahun, yang di era sekarang diidentikkan menuju ke arah yang buruk.
Berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0, 74 ± 0,18 ºC selama seratus tahun terakhir yang menyebabkan sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 sebagai akibat meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia.
Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan illmiah dan akademik termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Pemanasan global atau global warming telah menjadi conditio sine quanon dalam melahirkan konsep green environment.
Klise yang selalu diungkapkan sebagai penyebab terjadinya pemanasan global atau global warming ialah gas rumah kaca, kendati demikian klise tersebut benar-benar telah menjadi momok yang menakutkan bagi kelestarian planet yang dihuni sekitar 7,7 Miliar mahluk berakal tersebut.
Bukan tanpa alasan, kenaikan tanpa henti gas rumah kaca telah memicu perubahan iklim terhadap planet bumi dan akan terus meningkat bila tidak ada upaya serius dan kerja sama dalam pencegahan peningkatan tersebut, serta tindakan pelestarian bumi untuk mencegah bahaya yang serius pula bagi generasi mendatang.
Segala jenis gas rumah kaca yang menjadi penyebab terjadinya perubahan iklim atau climate change ialah gas yang terjadi secara alami berikut aktivitas manusia berkaitan dengan pemenuhan kebutuhannya sebagai mahluk biologis, salah satunya yaitu makanan. Makanan yang dimaksudkan di sini ialah makanan yang berhubungan dengan unsur hewani.
Setiap kali manusia melakukan proses pembentukan dan pembuatan makanan yang memliki unsur hewani , terdapat banyak emisi gas rumah kaca yang menyebabkan potensi perubahan iklim atau yang umum dikenal sebagai climate change.
Bahkan berdasarkan data Organisasi Meteorologi Dunia/World Meteorological Organization(WMO) pada tahun 2015, 51 persen emisi gas rumah kaca di bumi dihasilkan oleh proses pembentukan dan pembuatan makanan yang mengandung unsur hewani berikut proses penguapan yang terjadi akibat mengonsumsinya.
Melihat dinamika climate change yang demikian, dapat kita pastikan bahwa emisi gas rumah kaca yang menyebabkan climate change merupakan efek domino dari proses pembentukan, pembuatan serta penguapan unsur-unsur makanan hewani.
Peternakan menjadi peran utama penyumbang masalah ini. Dimana fakta menunjukkan bahwa gas metana adalah salah satu gas yang menjadi unsur destruktif dalam pembocoran lapisan ozon. Bagaiamana tidak, gas metana telah menjadi penyumbang 16% dari total efek pemanasan global.
Fakta di atas menunjukkan sedemikian signifikan faktor gas metana sebagai pemicu pemanasan global, dimana gas metana yang telah menjadi momok tersebut adalah merupakan gas yang dihasilkan dari sendawa, kentut, dan kotoran hewan ternak ruminansia.
Maka dari itu, gaya hidup dengan mengonsumsi produk hewani bukan lagi menjadi hal yang baik, bahkan telah menjadi musuh dari diskursus green environment yang telah kita gaungkan bersama beberapa dasawarsa terakhir.
Salah satu kunci utama untuk menghindari dampak perubahan iklim atau climate change pada lingkungan hidup adalah mengharuskan kita beralih dari pola makan berbasis produk hewani.
Maka veganisme telah hadir sebagai contrario in concepto dari pola makan dengan mengonsumsi produk hewani tadi. Veganisme adalah merupakan gerakan untuk tidak memakan produk-produk hewani maupun unsur-unsurnya.
Pola makan veganisme bisa diterapkan untuk mengatasi permasalahan climate change. Foodwatch institute Jerman memperkirakan bahwa beralihnya pola makan konvensional dengan konsumsi daging dan susu ke pola makan vegan yang diatanam secara konvensional dapat mengurangi emisi 87%, dibanding hanya menggunakan makanan organik hanya mengurangi emisi 8%, hal ini dapat kita lihat bahwa adanya kontras pola makan biasa dengan pola makan vegan yang bisa mengurangi climate change dan memenuhi kebutuhan makan kita.
Di samping itu hasil Studi yang dilakukan oleh Springman yang dikenal sebagai “Studi Model Komputer Springman” mendapati bahwa jika semua orang menjadi vegetarian pada tahun 2050, kita akan melihat penurunan angka kematian global 6-10% berkat pengurangan penyakit jantung koroner, diabetes, stroke, dan beberapa kanker jika kita menerapkan konsep pola hidup veganisme.
Maka konsep yang digagas oleh penulis dalam mendukung diskursus green ennvironment di tengah keterancaman kelestarian bumi sebagai akibat hantu pemanasan global yang kian lama kian mengganas adalah menerapkan pola hidup veganisme baik secara radikal maupun gradual. Tak bisa dimungkiri lagi Millenial adalah aktor utama dalam revolusi veganisme ini.
Era revolusi industri 4.0 telah memberikan ruang yang leluasa bagi Milenial untuk menjadi pemeran utama dalam menciptakan tragedi maupun sebaliknya bagi peradaban manusia. Namun hal yang menjadi permasalahan adalah bahwa permasalahan pemanasan global atau global warming belum dipahami seutuhnya oleh para millenial ini.
Bahkan kurang peka dalam melakukan tindakan pelerstarian bumi. Maka sudah saatnya para millneial benar-benar melaksanakan mandat yang semestinya dilaksanakan. Yang dibutuhkan ialah menanamkan jiwa cinta lingkungan melalui gerakan veganisme.
- Memberikan edukasi veganisme di dunia pendidikan. Sekolah dan kampus-kampus menjadi sasaran utama untuk menanamkan pola hidup veganisme, guru berperan aktif dalam memberikan pembelajaran terkait veganisme kepada para siswa sehingga nantinya siswa di sekolah-sekolah dapat menerapkan pola hidup sehat dan cinta lingkungan.
- Internal keluarga juga menjadi faktor penting dalam menanamkan pola hidup veganisme terhadap anak demi kelestarian bumi dan penerapan pola hidup sehat.
Menilik fakta bahwa murid-murid di sekolah lebih memilih membeli makanan cepat saji dan tidak sehat di kantin-kantin, maka sudah seyogyanya gerakan veganisme ini dilaksanakan dalam rangka mengurangi pemanasan global.
Di samping itu hal ini juga akan menjadikan para siswa di sekolah menerapkan pola hidup sehat dan mengurangi resiko kematian akibat jantung koroner, diabetes, dan kanker sejak dini.
Yang paling dibutuhkan adalah keadaan sadar akan pentingnya peran mereka dalam upaya mengurangi pemanasan global. Dengan memberikan edukasi yang demikian, maka kesadaran yang diharapkan bersama dapat terwujud.
Hal ini juga tidak terlepas dari peran orangtua sebagai stakeholder pertama dalam pembekalan edukasi veganisme ini. Sebab orangtua adalah subjek dalam pemenuhan kebutuhan anak terkhususnya kebutuhan makanan dalam hal ini.
Pendidikan, baik di internal keluarga terlebih melalui media sekolah adalah wadah yang sangat efektif dalam pengedukasian konsep pola hidup veganisme.
Tatkala kehidupan millenial saat ini ditimpa dampak buruk hegemoni era digital, maka pendidikan adalah benteng terkuat dalam menahan abrasi terhadap nilai-nilai moral.
Rumah dan sekolah menjadi 2 wadah edukasi yang sangat penting kali ini. Dengan pembekalan edukasi veganisme di sekolah oleh staff pengajar maka harus pula didukung oleh keluarga sebagai penyedia kebutuhan makanan anak.
Konsep mendasar yang terlebih dahulu adalah guru haruslah memahami konsep veganisme dalam rangka mewujudkan green environment sebagai bentuk kecintaan terhadap bumi dan lingkungan, dan ini merupakan konsep yang imperatif dan wajib.
Maka di dalam sistem pendidikan harus pula dibentuk sistem kurikulum yang memuat unsur pembelajaran terkait pelestarian bumi dan cinta lingkungan secara umum, dan veganisme secara khusus.
Karena yang dibutuhkan adalah keadaan sadar untuk mendukung kelsetarian bumi dan kecintaan terhadap lingkungan diikuti oleh tindakan dalam mewujudkannya.
Editor : Arjuna H T M
Veganisme Yang Epik Sebagai Dalang Revolusi Bumi