Gambar : Buah Kapala di Bumi Nggahi Rawi Pahu. Lidinews.id |
Lidinews.id - Jika dalam catatan sejarah, buah Pala merupakan komoditas yang sangat di cari-cari oleh bangsa Eropa di masa silam. Bahkan salah satu alasan bangsa Eropa melakukan pelayaran jauh ke kepulauan Nusantara karena buah Pala yang sangat laku di pasar-pasar Eropa kala itu. Harganya pun ditaksir setara harga emas.
Di Nusantara, kepulauan Banda merupakan wilayah penghasil buah Pala. Bahkan dalam satu referensi menyebutkan bahwa, Pala hanya ada di kepulaun Maluku ini. Namun, pandangan ini tidak sepenuhnya benar. Walau pun dalam catatan bangsa Eropa, bahwa sumber Pala yang diincar oleh bangsa Eropa bersumber dari Pulau Run yang merupakan salah satu dari kepulauan Banda. Ada banyak jejak literasi yang menguatkan bahwa Pala yang merupakan salah satu komoditas rempah-rempah ini memang bersumber dari kepulauan Maluku.
Setelah sekian tahun bergumul dengan buku-buku sejarah di perguruan tinggi, hingga tertanam dalam pikiran saya, bahwa buah Pala hanya terdapat di kawasan Maluku. Namun ketika menelusuri hutan di kawasan selatan Bumi Nggahi Pahu, saya tiba-tiba tersentak bahwa buah Pala terdapat pula di hutan di tengah Pulau Sumbawa ini. Bahkan pohon Pala tumbuh liar tanpa ada yang merasa memiliki sebagaimana yang dilakukan pada masa koloniaslime bangsa Eropa di masa lalu.
Gambar : Buah Kapala di Bumi Nggahi Rawi Pahu. Lidinews.id |
Namun di hutan ini, masyarakat setempat menyebutnya Kapala. Sepintas pohonnya memiliki kemiripan dengan pohon Pala yang ada di Pulau Banda. Tinggi lurus dengan batang-batang keluar setiap pangkalnya. Daunnya rindang. Hanya saja Kapala memiliki daun yang agak hijau hanya dipermukaannya saja. Sementara dibagian bawahnya terlihat kecoklatan. Sementara daun Pala terlihat hijau terang. Begitu juga dengan kulit buahnya, jika buah Kapala terlihat seperti bulu-bulu pada buahnya, namun buah Pala terlihat hijau dan mulus. Akan tetapi bijinya di dalam hampir tidak ada perbedaan antara keduanya.
Jika buah Pala di era kekinian, sudah di budidayakan di hampir kepulauan Nusantara. Sedangkan buah Kapala, bahkan hampir tidak memiliki nilai ekonomi. Masyarakat setempat tidak ada yang menjualnya di pasar-pasar tradisional. Walau pun khasiat buah Kapala sangat dibutuhkan bagi masyarakat untuk obat-obatan dan bumbu masak. Bahkan buah Kapala dimanfaatkan bagi keperluan perempuan yang selesai melahirkan. Yakni dengan cara menyemprotkan keningnya setelah buah Kapala dicampur dengan komoditas yang lain seperti daun Siri. Hingga saat ini, buah yang kaya khasiat ini biasanya hanya diambil oleh masyarakat yang sempat ke hutan. Itu pun dengan jumlah yang terbatas.
Ketika saya bersama beberapa orang ke hutan. Saya menyaksikan pohon Kapala yang cukup rindang dan tumbuh subur di beberapa punggungan gunung. Bahkan buahnya yang jatuh terlihat berserakan di tanah di celah dedaunan. Dan menurut salah seorang yang sedang bersama saya, bahwa buah Kapala memang akan mulai berjatuhan di bulan Mei hingga Juni mendatang. Selain karena sudah matang, juga karena terhempas angin. Hanya saja buahnya tidak terlalu besar seperti buah Pala. Bahkan jika terlalu lama di tanah, buah Kapala akan busuk dimakan ulat. Akan tetapi jika dicium, bijinya sangatlah harum.
Pohon Kapala merupakan salah satu pohon yang tumbuh subur di kawan hutan ini. Itu pun hanya di kedalaman hutan dan tidak terdapat di hutan yang dekat dengan perkampungan warga. Jadi jika ada warga yang sedang membutuhkan buah Kapala, dia harus jalan jauh di ke dalaman hutan. Bahkan ia harus tahu kapan musim buah Kapala akan matang dan jatuh dari pohonnya. Karena sekilas sulit dibedakan antara buah Kapala yang sudah matang maupun yang belum.
Gambar : Buah Kapala di Bumi Nggahi Rawi Pahu. Lidinews.id |
Maka saya cukup beruntung, ketika menjejaki hutan, saya bisa memetik dan mengambil buah Kapala yang jatuh di tanah. Bahkan seorang teman yang bersama kami, sudah setengah plastik mengambil buah Kapala yang nantinya dia bawah pulang ke kampung halamannya. Bahkan salah seorang di antara kami berseloroh dengan nada bercanda jika seorang lelaki mengkonsumsi buah Kapala, maka ia mampu berhubungan intim dengan pasanganya dalam durasi yang cukup lama.
Entah benar yang disampaikan, mungkin sarannya bisa dicoba bagi pasangan yang baru turun dari pelaminan. Saya sendiri juga belum mencobanya. Saya menunggu bukti terlebih dahulu, baru akan mencobanya. Namun yang salah adalah mencobanya dengan yang bukan pasangannya halalnya. Karena itu bisa terjerat dosa berantai. Mulai dari yang memberi anjuran, yang mendengar hingga yang mempraktekannya.
Karena kedatangan kami ke hutan bukan dimaksudkan untuk memetik buah Kalala, sehingga kami hanya mengambil secukupnya untuk kebutuhan di rumah masing-masing. Bahkan seperti pada umumnya orang di kampung kami, buah Kapala ini akan dibagikan secara gratis kepada warga yang membutuhkan.
Bukankah berbagi itu baik guys?