Gambar : Menjadi Orang yang Mulia, Ini Penjelasannya. Lidinews.id |
Lidinews.id - Adanya kemuliaan karena adanya pemuliaan itu adalah maqolah guru kami Syekh Achmad.
Mari kita perhatikan firman Allah SWT di dalam Q.S. Al Hujarat ayat 13
يٰۤاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقۡنٰكُمۡ مِّنۡ ذَكَرٍ وَّاُنۡثٰى وَجَعَلۡنٰكُمۡ شُعُوۡبًا وَّقَبَآٮِٕلَ لِتَعَارَفُوۡا ؕ اِنَّ اَكۡرَمَكُمۡ عِنۡدَ اللّٰهِ اَ تۡقٰٮكُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيۡمٌ خَبِيۡرٌ
Artinya : Wahai manusia sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.
Dalam hadits yang lain Beliau Saw. telah bersabda, “Taqwa itu bukan terletak pada pakaian yang baik dan penampilan (yang memukau), melainkan terletak pada ketenangan dan keagungan.” (HR. ad-Dailami melalui Ibnu Sa’id).
Ketenangan dan keagungan merupakan sikap dan ciri-ciri orang yang bertaqwa, dan bukan terletak pada pakaian yang baik serta penampilan yang memikat. Atau dengan kata lain bahwa ketaqwaan yang sesungguhnya ialah yang terpancar melalui sikap dan amaliah.
Adapun untuk memperoleh ketenangan, maka seseorang harus memiliki sifat tawadhu' atau rendah hati dan juga malu. Malu untuk maksiat kepada Allah, malu tidak menjalankan syariat Rosulullah dan juga malu untuk berbuat kesalahan kepada manusia. Dengan tawadhu' dan malu tersebut maka manusia akan memperoleh ketenangan dalam hidup.
Sementara Keagungan atau kemuliaan dapat diperoleh dengan cara memuliakan orang lain. Rosulullah SAW mendapatkan predikat Rohmatan Lil 'Alamin karena Beliau adalah seorang hamba dan utusan Allah SWT yang dalam seluruh hidupnya untuk memuliakan kepada ummat.
Salah satu contoh Nabi Muhammad SAW dalam memuliakan ummat adalah sifatnya yang lemah lembut kepada siapapun. Pernah suatu waktu ada seorang pengemis Yahudi buta yang selalu menghina Nabi. Pengemis tersebut selalu ditemani dengan seseorang yang menyuapinya dengan sabar dan penuh kelembutan.
Singkat cerita, seseorang yang biasa menemani pengemis tersebut tidak datang kembali untuk menyuapinya. Kemudian digantikan oleh Abu Bakar As Shidiq. Kemudian sang pengemis tersebut seketika hanya ingin disuapi oleh seseorang yang biasa menyuapi nya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang tersebut.
Abu Bakar pun seketika berkata, “Aku memang bukan lah orang yang biasa datang dan menyuapimu, aku juga tidak bisa selemah lembut orang itu, namun ketahuilah aku merupakan sahabat dari orang yang selalu menyuapi mu. Orang yang biasa menyuapimu tersebut kini telah wafat dan aku hanya ingin melanjutkan amalan beliau.”
Kemudian sang pengemis buta itu pun terdiam dan bertanya kepada Abu Bakar, siapakah orang yang selama ini menyuapi dan memberikan nya makan. Abu Bakar pun menjawab, bahwa orang tersebut adalah Rasulullah SAW. Seseorang yang selama ini Ia hina, fitnah, dan rendahkan.
Sang pengemis pun kaget luar biasa, air matanya pun menetes, dan saat itu juga Ia bersaksi di hadapan Abu Bakar untuk mengucapkan kalimat syahadat. Pengemis tersebut memilih untuk masuk Islam setelah hinaan dan sumpah serapahnya kepada Nabi Muhammad dibalas dengan kasih sayang.
Jadi kemuliaan yang sesungguhnya bukan pada jabatan atau kekayaan seseorang tapi lebih pada bagaimana pada sikap atau amaliahnya dalam memuliakan orang lain.
Seorang guru disebut mulia karena ia melayani dan mengajari muridnya dengan sepenuh hati. Pejabat juga mulia jika ia mampu memberikan pelayanan dan perlindungan yang terbaik kepada bawahan dan masyarakat.
Sehingga bagi Allah kemuliaan itu sangat sempurna bagi yang memuliakan.
Untuk itu marilah dalam keseharian kita berlomba untuk menjadi manusia yang paling mulia dengan cara memuliakan sesama sesuai dengan teladan dari Rosulullah SAW. Amin. (Atz).
Menjadi Orang yang Mulia, Ini Penjelasannya