Lidinews.id - Sebut saja namanya Dedi Arsyik, Sos. Dikalangan birokrasi dan para aktivis, namanya sudah tidak asing lagi. Ia dikenal banyak kalangan karena rekam jejaknya di masa silam. Hingga saat ini, ia tetap merawat hubungan baik dengan semua kalangan.
Terlebih di kalangan insan pers, namanya begitu familiar walau tak setenar Ariel Noah.
Kepribadian Dedi, panggilan akrab yang disematkan kepadanya, tentu banyak yang perlu di ulas ke ruang publik. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Dedi merupakan pegawai negeri sipil (PNS) yang amanah dan penuh tanggung jawab dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi negara. Di tengah kepercayaan publik yang kurang baik terhadap pelayanan aparatur negara di level birokrasi, justru Dedi memegang teguh sumpah jabatan dengan tindakan riil yang dirasakan langsung oleh masyarakat dimanapun dirinya di tempatkan.
Ketika dirinya menjabat sebagai lurah Kandai 1 Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, ia bersama Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, pernah mengembangkan tiga destinasi wisata sekaligus: Doro Wadu Nae (DWN), Situs Klasik Doro Bata dan Bukit Sultan. Ini menunjukkan kepeduliannya terhadap warisan budaya para leluhur di masa silam. Dimana warisan ini menurutnya, perlu diperkenalkan kembali ke ruang publik dan generasi. Tidak hanya fisiknya, tetapi nilai - nilai yang terkandung di dalam peninggalan masa lalu itu bisa menjadi pedoman bagi generasi untuk memajukan sejarah dan kebudayaan daerah ke depan.
Mungkin itulah yang membuat rumahnya sering disambangi oleh banyak pelajar, hanya untuk mendengarkan ceritanya tentang sejarah dan budaya Dompu. Ia dengan sangat antusias ketika ada pelajar yang ingin mempelajari sejarah dan budaya daerahnya. Ia akan menuntunnya bagaimana mempelajari dan memahami sejarah di masa lalu. Sebab, sejarah menurut Dedi, tidak hanya ingatan akan tahun tentang terjadinya suatu peristiwa, tetapi yang tidak kalah penting adalah mengambil pelajaran dari sebuah kejadian.
Bahkan tidak sampai di situ, ia sering diundang di acara yang bertemakan sejarah dan budaya. Walau lahir di Desa Leu, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, namun kecintaan pria kelahiran 1971 ini terhadap sejarah dan budaya Dompu tidak perlu diragukan lagi. Dirinya memang tidak melupakan dimana dirinya pertama kali menghirup udara. Tapi tampak dirinya menganut keyakinan, dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung.
Terlebih lagi antara Kabupaten Dompu dan Kabupaten Bima memiliki banyak kesamaan, terlepas perbedaan antara keduanya. Namun di mata suami dari Sumiyati, S.PT ini, sejarah adalah cerminan bagi generasi untuk menatap masa depan. Jadi sebuah negara bahkan daerah jika ingin maju di masa depan, jangan pernah melupakan sejarah dimana ia pernah memulai.
"Seperti kata bung Karno, jangan sekali - sekali melupakan sejarah. Jadi kita jangan pernah melupakan identitas kita sendiri, walau zaman terus berkembang dan berubah, tapi jati diri sebagai orang Dompu jangan pernah dilupakan" ujarnya di suatu kesempatan.
Apa yang diungkapkannya memang benar adanya. Dan hal ini tidak hanya berhenti pada ungkapan - ungkapan saja, tetapi harus mampu diwujudkan dengan tindakkan riil yang dapat dirasakan langsung oleh banyak pihak. Situs - situs warisan leluhur harus diidentifikasi lalu dilestarikan, kemudian diperkenalkan kepada generasi. Dengan harapan nilai - nilai yang terkandung dalam warisan itu dapat membentuk jati diri generasi agar mereka tidak malu sebagai orang Dompu.
"Kita harus bangga menjadi orang Dompu dengan warisan budaya yang ditinggalkan oleh leluhur di masa silam" ucapnya dengan penuh bangga.
Mungkin kepeduliaannya terhadap sejarah dan budaya daerah inilah yang menjadi alasan pemerintah daerah Kabupaten Dompu menempatkannya di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudapar) beberapa tahun silam. Bahkan tak tanggung - tanggung ia ditempatkan menjadi Kepala Seksi mengenai kebudayaan di dinas tersebut. Sungguh suatu jabatan yang membuatnya bisa lebih memiliki ruang untuk membumikan tentang sejarah dan budaya Dompu.
Menurutnya, jabatan merupakan amanah. Ada tanggung jawab yang melekat padanya. Sehingga bukan hanya sekedar bagaimana mendapatkan jabatan, tetapi yang tidak kalah penting adalah kemampuan mempertanggung jawabkan amanah yang diberikan. Dan itulah yang mendorong Dedi untuk memaksimalkan segala daya upaya untuk memberikan kontribusi dan sumbangsihnya terhadap kemajuan daerah.
Jadi tidak bisa dibayangkan jika Dedi diberikan kesempatan untuk memegang jabatan yang lebih tinggi lagi. Maka tentu ia akan bisa lebih banyak berbuat untuk kemaslahatan banyak orang, terlebih kemajuan sejarah dan budaya Dompu.
Karena dengan masa kerja yang sudah 27 tahun dan pernah mengikuti Diklatpim IV 2017, sangat wajar dirinya untuk diberi amanah.
Karena yang terpenting bukan bagaimana mengatakannya, tetapi yang tidak kalah penting adalah bagaimana membuktikannya dengan tindakan dan kerja yang nyata. Dan Dedi sudah banyak membuktikan banyak hal kepada daerah Bumi Nggahi Rawi Pahu hingga saat ini. Dan ini bukan hanya pujian yang berlebihan, tetapi merupakan kerja nyata yang bisa ditelisik rekam jejaknya.