Lidinews.id - Seseorang mengomentari tulisan saya yang diberi judul "praktek politik melahirkan budak kekuasaan" yang pernah dibagikan di group facebook beberapa hari yang lalu.
Tampaknya ini akun palsu yang sengaja menyerang saya secara personal. Ia menilai tulisan saya diksinya sangatlah liar, tanpa mau menunjukkan tulisan yang baik dan benar seperti apa.
Bahkan ia membawa kata literasi dalam komentarnya. Mula - mula saya membalas komentarnya dengan guyonan. Namun balasannya justru membawa - bawa orang tua saya. Awalnya saya ingin marah, tapi setelah saya berpikir secara jernih, akhirnya saya urungkan. Saya tidak ingin terpancing. Bahkan saya tidak ingin membalas lagi komentarnya.
"Nggak penting membalas komentar orang yang nggak penting" gumam saya.
Memang saya menyadari, tulisan tersebut akan menuai reaksi yang berlebihan bagi pihak yang tidak menyukainya. Kepanasan. Bahkan ada yang memandangnya terlalu berani. Tapi seorang mantan kepala dinas di kabupaten langsung menelpon saya dan mengapreasiasi tulisan itu. Ia menilai, tulisan saya mewakili suara sebagian pihak yang menilai kebijakan bupati yang kurang baik. Nuansa politik dalam urusan mutasi kemarin tidak bisa dilepaskan dari adanya kepentingan politik.
Dan saya meyakini, bahwa yang mengomentari tulisan saya kemarin adalah orang yang berada di lingkaran kekuasaan. Atau jangan - jangan budak penguasa. Asumsi ini bisa benar, bisa pula salah. Karena jika ia seorang pelajar, pasti menilai tulisan itu dengan cara yang bijak.
Tapi itulah budak penguasa. Mungkin jalan untuk memberi makan bagi keluarganya hanya dari ketiak penguasa. Maka sebisa mungkin jika ada pihak yang mengkritik kekuasaan, ia akan pasang badan. Bukan hanya pasang baliho majikannya saat musim kampanye. Baginya, kekuasaan harus di bela mati - matian. Tidak ada celah bagi siapa pun untuk mengkritik apa lagi menghujat tuannya. Seburuk apa pun kelakuan majikannya, harus tetap di bela sampai kiamat sekali pun.
Yang menarik, dirinya membawa - bawa kata literasi dalam mengkritik tulisan saya. Yang saya tahu, seorang penulis yang baik adalah mereka tidak pernah menyalahkan tulisan siapa pun. Seorang penulis akan selalu memberi support untuk pengembangan dunia literasi yang sepi peminat di negeri ini. Jadi kalau ada orang yang suka nyinyir dengan tulisan orang lain, maka bisa dipastikan orang tersebut tidak pernah melahirkan tulisan apa pun. Apa lagi sampai membuat buku.
Untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah 'penulis', hanya bisa dengan mengomentari tulisan orang lain. Itu pun dengan nyinyir yang nggak jelas. Jika ditanya apakah dia memiliki tulisan dalam hidupnya, maka ia akan menyerang pribadi sebagai bentuk ketidak mampuannya menjawab secara rasional. Sebenarnya orang seperti ini tidak memiliki manfaat apa - apa untuk orang lain.
Karena dalam hidupnya, kritikan adalah sesuatu yang membuatnya kepanasan. Semua salah. Tampaknya ia hanya dipelihara oleh kekuasaan untuk menggongong tak jelas. Ia hanya anjing penjaga. Ia tidak memiliki kelebihan apa - apa, selain menjaga eksistensinya untuk terus berada di lingkaran kekuasaan. Ia serupa hewan peliharaan yang sewaktu - waktu di lepas untuk menggigit mangsa kekuasaan yang kritis.
Ia merasa naik kelas karena berada di lingkaran kekuasaan. Merasa hebat dengan pakaian serba necis ala pegawai bank. Bicaranya suka mengutip istilah - istilah politik yang kadang tidak dimengerti oleh dirinya sendiri. Ketika ikut naik mobil majikannya, ia serupa orang penting yang layak di hargai dan dihormati. Pada hal sejatinya ia manusia sampah yang tidak memiliki manfaat apa - apa bagi republik ini.
Kita tidak perlu heran dengan fenomena seperti ini. Ada banyak orang yang dipelihara oleh penguasa untuk melanggengkan kekuasaanya. Mereka ini dipasang serupa perisai untuk menahan kritikan dari masyarakat luas yang dialamatkan kepada kekuasaan. Mereka ini lebih preman dari pada preman pasar yang hanya memalak demi sesuap nasi. Tapi preman ini memalak siapa pun yang berseberangan dengan kepentingan kekuasaan.
Preman kekuasaan ini jauh lebih keji dan najis. Sistem demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat tidak berlaku pada mereka. Mereka hanya tahu menghamba pada kekuasaan, bahkan kadang perintah tuhannya pun enggang dilaksanakannya. Semua demi tuannya, bukan tuhannya.
Jika asumsi saya ini benar, maka budak atau disebut preman penguasa ini sedang membidik siapa pun yang sedang menyerang tuannya. Ia akan menggunakan berbagai cara, termasuk membuat akun palsu. Jangan pernah berharap mendebat mereka dengan nuasa academik. Semua itu tidak mempan. Bahkan tidak perlu membalas komentarnya.
Jika kita tidak menggubrisnya, maka cara yang umum mereka lakukan adalah dengan menebar ancaman. Ya, namanya juga preman, cara terakhir mereka tempuh adalah dengan pengancaman. Mereka tidak berani tampil terbuka apa lagi mendiskusikan apa yang membuatnya keberatan. Mereka ini juga masuk golongan munafik. Sebab, jika tidak menyukai atau mungkin keberatan dengan tulisan orang lain, maka buatlah tulisan pembanding. Itu ilmunya bukan di balas dengan cara nyinyir.
Tapi memang sulit mendiskusikan tipe orang seperti ini. Hanya menghabiskan energi dan tenaga saja. Dikiranya kekuasaan yang dibelanya akan langgeng selamanya. Ia tidak sadar bahwa kekuasaan akan pasti berakhir maka tidak perlu dipertahankan dengan cara mati - matian. Belalah sewajarnya, apa lagi harus menggantungkan rezeki keluarga padanya. Ia akan sirna seiring berjalannya waktu.
Namun perlu ditegaskan, bahwa orang seperti saya tidak akan mempan dengan cara diancam. Apa lagi menghalangi saya untuk tidak menulis. Bagi saya, kritikan orang terhadap tulisan saya, itu menunjukkan bahwa dia memiliki perhatian apa yang saya tulis. Saya merasa senang. Jangankan di komentari, di baca saja sudah luar biasa.
Yang terpenting saya tidak menyebut identitas seseorang. Maka, saya memilih menggunakan kata mungkin dan asumsi sebelum mendapatkan data penguat akan asumsi yang saya sampaikan. Karena saya meyakini, di hina tidak lantas kita akan terhina, bahkan di puji sekali pun tidak langsung terbang ke langit.
Semakin ada pihak yang menanggapi tulisan saya, semakin bersemangat pula saya untuk terus menulis. Karena dengan menulis, pikiran saya semakin ter-asa untuk berpikir jernih untuk melihat dan menilai semesta.