Penulis : Kristianus Dachi.
Direktur Eksekutif Lembaga Pemberdayaan Pengangguran Sumatera Utara.
Direktur Eksekutif Lembaga Pemberdayaan Pengangguran Sumatera Utara (LP2SU) Kristianus, menyikapi soal kunjungan Presiden RI yang hanya seremonial.
Lidinews.id - Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan adalah sumber mata air ditengah oasis. Produk hasil kerjanya seorang Presiden tidak ada yang bisa menyamainya dalam kewenangan struktur ketatanegaraan.
Hasil kerja dan karyanya membawa pengaruh besar dalam kehadirannya di tiap-tiap kunjungan yang dilakukan.
Jokowi sebagai sosok Presiden dinilai sama saja dengan presiden-presiden sebelum-sebelumnya, pada akhirnya hanya melaksanakan agenda-agenda yang membosankan, yang di penuhi dengan protokoler yang justru semakin melemahkan esensi sebagai presiden, misalnya saja seremonial peresmian gedung, jembatan, jalan, atau infrastruktur lainnya.
Program atau kinerja tertinggi dari hasil kerjanya presiden itu adalah bicara soal kemajuan peradaban, kemajuan budaya, dan mempengaruhi pola pikir rakyat agar selaras dan sejalan dalam memajukan perdaban berbangsa dan bernegara.
Seharusnya sebagai Presiden ketika berkunjung ke daerah selain menyampaikan programnya, presiden juga menyampaikan isu-isu internasional disemua bidang contoh terakhir ketika presiden berkunjung ke luar negeri beberapa hari yang lalu.
Agenda nasional dan bahkan agenda internaisonal bisa disampaikan langsung kepada masyarakat oleh seorang presiden, khususnya di setiap kunjungan daerah.
Di negara demokrasi rakyat adalah tokoh utama, semua program dan aktivitas presiden harus di ketahui oleh rakyat langsung tanpa adanya batasan-batasan yang dibuat oleh system ketetanegaraan (protokoler).
Apabila hal tersebut dilakukan, pada akhirnya masyarakat merasa dilibatkan,merasa dan merasa bagain dari pembangunan peradaban. Sebagai contoh, tidak menjadi rahasia umum lagi, bahwa selama ini yang mendapatkan informasi dari presiden secara langsung hanya penyelengara negara dan penyelenggara administrasi dilingkaran kekuasaan, yang terkadang informasi tersebut rentan dijadikan sumber informasi untuk mendapatkan keuntungan kelompok atau pihak tertentu, bahkan menajdi bencana bagi keutuhan dalam bernegara.
Presiden harus lebih responsif dengan keadaan sekitar dalam setiap kunjungan ke seluruh wilayah nusantara, mendengar aspirasi langsung (tanpa by design) dari rakyat. Meilhat dan mendengar serta merasakna penderitaan rakyat itu dalam setiap kunjungannya. Ada banyak kebiasaan-kebiasaan yang unik namun sekaligus menyedihkan yang terjadi ketika kunjungan Presiden yang mempengaruhi ke daerah disebabkan ketidakefektifan dalam pelaksaannya, misalnya saja yang umum terjadinya kemacetan di jalan yang berhubungan ke lintasan jalan Presiden, faktor lainnya yang sangat menyedihkan dan sudah menjadi rahasia umum, yaitu dalam setiap kunjungan Presiden ada dua indikasi yag terjadi, pertama, kunjungan Presiden di tafsirkan bagi kepala daerah menjadi beban atau ancaman, mengapa demikian?
Karena dikhawatirkan bahwa ketika melakukan kunjungan presiden ke daerah, pastinya dapat melihat langsung bagaimana pembangunan daerah tersebut atau bagaimana kinerja aparatur negara (kepala daerah dan legeslatif) atau apakah program Presiden telah atau belum dilaksanakan. Jika daerah tersebut buruk maka dapat dindikasikan perangkat daerah tersbeut mendapat penilaian dari Presiden.
Indikasi kedua ialah ketika kunjungan Presiden ke daerah-daerah, menjadi kabar gembira, tetapi bukan untuk rakyat melainkan bagi elit politik daerah (lokal).
Mengapa demikian? dikarenakan elit politik akan melakukan berbagai macam iming-iming program, berbicara tentang kemajuan pembangunan di daerahnya (padahal semu), bahkan berbicara proyek berwajahkan pembangunan daerah yang tentunya dalam praktek hanya menguntuk kelompok elite politik saja dan tentunya bicara kepentingan politik. Lalu yang lebih menyedihkan lingkaran rombongan Kepresidenan melakukan dil-dil politik dan proyek-proyek atau biasa disebut dengan istilah 'bagi-bagi kue'.
Kalau sudah begitu, jangan di tanyakan 'kapan bicara soal nasib rakyat?'
Tentu saja sudah tidak ada ruang bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi atau nasibnya.
Semua harus by design untuk menyenangkan mata, telinga dan kantong Presiden serta elite kekuasaan.
Editor : Arjuna H T M