Penulis : Muhammad Isya Gasko
Di desa guru adalah orang yang paling dihormati.
Lidinews.id - Kalimat itu adalah realitas yang paling sering dijumpai jika teman-teman berkunjung ke desa yang punya sekolah. Guru di desa diperlakukan seperti raja, bahkan apa pun yang mereka minta siswa dan orang tua pasti akan berusaha mengabulkan.
Hal ini dianggap wajar, karena guru merupakan pelopor masa depan bangsa yang paling pertama dan utama.
Hari ini, saya genap 4 hari di desa Sewer. Sebuah desa yang terletak di kecamatan Aru Utara Timur. Desa ini berkembang cukup baik, hanya saja kualitas SDM di desa ini masih sangat tertinggal jauh. Hal ini tidak lain di sebabkan oleh satu masalah serius yakni: "Kualitas Pendidikan"
Desa Sewer memiliki 2 sekolah yang di antaranya adalah, 1 SD (Sekolah Dasar) dan 1 SMP (Sekolah Menengah Pertama). Sekilas tidak ada yang mengganjal dari kedua hal itu, tapi setelah beberapa hari saya di sini saya mulai menemukan kejanggalan yang sebagian besar berasal dari keluhan masyarakat desa.
Sudah hampir 2 bulan lebih SD Negeri Sewer diliburkan, padahal harusnya sekolah ini sudah masuk tahun ajaran baru. Tapi anak-anak SD di desa ini belum dapat belajar di sekolah mereka yang bangunannya sangat bagus sekali. Fasilitasnya memadai, bahkan perumahan guru SD Negeri Sewer sangat layak dihuni. Lalu apa masalahnya? Kenapa para guru SD Negeri Sewer menjadi pemalas? Apa yang kurang dari desa ini? Dan ketika saya bertanya lebih jauh jawaban masyarakat adalah memang sudah seperti ini watak guru SDN Sewer sejak 2 tahun terakhir.
Masalah kualitas pendidikan seringkali terjadi karena peran pendidik yang tidak maksimal. Guru SD di desa ini hanya datang berkunjung dalam momen-momen tertentu, itu pun hanya 1 atau 2 pekan saja. Setelah itu mereka akan kembali ke kota dalam jangka waktu yang sangat lama, meninggalkan kewajiban mereka dan hanyut dalam gaya hidup perkotaan hingga lupa bahwa ada anak-anak yang menunggu, membutuhkan kehadiran mereka di kampung ini. Bahkan kepala sekolah SD di kampung ini tidak dikenal oleh para siswa dan masyrakat desa, mereka hanya tahu dia seorang perempuan yang datang dan pergi sesuka hatinya, itu pun setahun sekali dalam perhelatan tertentu.
Lalu pada titik terendah kita melihat anak-anak desa ini mulai kehilangan harapan. pendidikan menjadi sesuatu yang membosankan bagi mereka. Satu per satu dari mereka meninggalkan buku dan pena, meninggalkan mimpi-mimpi mereka. Orang tua di desa ini mulai enggan menyekolahkan anak-anak mereka dan memilih untuk mempekerjakan anak-anaknya ke laut menantang gelombang, atau ke kebun memeluk asap kopra dan sengat matahari.
Di desa ini angka putus sekolah masih relatif tinggi, pernikahan anak di bawah umur marak terjadi, angka partisipasi sekolah masih rendah, karena tenaga pendidik yang bertugas di desa ini diibaratkan sebagai pelengkap saja, yang penting proses pembelajaran dapat berjalan, tanpa memperhatikan kualitas dan kualifikasi serta Sumber Daya Manusia yang ada di desa ini. Mereka akan muncul dalam ujian-ujian kenaikan dan kelulusan dan meluluskan semuanya, lalu mulai mematok rupiah dari setiap siswa, setelah itu menghilang. Menunggu gaji mereka dicairkan sebelum menceraikan kewajiban mereka sebagai tenaga pendidik.
Entah apa yang membuat para guru SD di desa ini sangat pemalas menunaikan tanggung jawab. Padahal di desa ini, sarana prasarana dapat dikatakan memadai, begitu pun dengan infrastruktur untuk kemudahan akses dalam mengikuti pendidikan cukup baik.
Sebagai bagian dari NKRI, bagian dari Kabupaten Kepulauan Aru, desa Sewer memerlukan upaya peningkatan mutu pendidikan yang dikelola secara khusus dan sungguh-sungguh terutama untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut di atas agar desa Sewer dapat segera maju bersama sejajar dengan desa lain. Hal ini harusnya menjadi perhatian khusus pemerintah kabupaten kepulauan Aru yang visi misinya adalah "Sehat Negeriku, Cerdas rakyatku" Pemkab Aru harusnya lebih melihat dan melakukan peningkatan kualitas pendidikan di setiap desa yang ada di Kepulauan Aru demi menyambut bonus demografi dimasa depan. Generasi emas Aru harus dipersiapkan sejak dini juga lapangan pekerjaan yang memadai juga harus diperhatikan oleh Pemkab.
Hal ini juga ditegaskan dalam Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, artinya tanpa terkecuali semua anak bangsa harus mendapatkan pendidikan yang layak dan pasti tanpa memandang SARA, di desa, di kota, sekalipun sampai pelosok nusantara (3T). Dalam hal ini saya melihat tidak terpenuhinya hak-hak setiap anak adat khususnya bagi anak-anak desa Sewer yang berada di kecamatan Aru Utara Timur, yang akan berakibat pada rendahnya kualitas out put (peserta didik) bahkan putus sekolah.
Desa Sewer hanyalah 1 kasus kecil dari ratusan kasus serupa yang ada di daerah ini. Sampai hari ini pun pemerintah belum mampu memberikan efek jera bagi para guru yang malas mengajar. Bahkan cenderung memanjakan mereka dengan gaji buta. Apalagi yang akan kita harapkan di masa depan jika generasi emas Aru hanya dipersiapkan di ibu kota Kabupaten sementara di desa-desa kecil diabaikan? Mana hati nurani kalian yang juga anak adat dan ada dalam posisi strategis saat ini? Apakah kalian juga akan turut serta dalam membangun kualitas SDM di seluruh desa yang ada di Aru? Atau justru turut serta membiarkan sistem ini terus menjalar dan mencekik leher setiap anak desa yang ingin bermimpi memajukan daerah tercinta ini?
Buka mata, mau sampai kapan bicara tentang hak-hak orang Aru kalau kualitas pendidikan di daerah masih tertinggal? Mau sampai kapan?