Penulis : Donny Alif Brahmana Bendahara Assosiasi Petani Tembakau Indonesia Kabupaten Karo. |
Gambar : Donny Alif Brahmana. Lidinews.id. |
Para petani tengah sibuk mempersiapkan lahan dan semaian tembakau. Tetapi saya dengar kita masih impor tembakau. Benarkah informasi ini? APTI (Assosiasi Petani Tembakau Indonesia) Karo.
Lidinews.id - Benar Indonesia masih mengimpor tembakau. Impor tembakau kita 2021 sebesar 116,93 ribu ton dengan nilai 586,68 juta dolar AS (Rp 8.2 triliun). Volume impor tembakau kita 2021 naik sebesar 6,03% dibandingkan volume impor 2020 sebesar 110,27 ribu ton. Nilainya naik 6,58% dari tahun 2020 sebesar 550,41 juta dolar AS (Rp 7,7 triliun).
Mengapa kita masih impor tembakau? Karena industri rokok memerlukan tembakau dengan kualifikasi tertentu, yang tidak bisa dipenuhi para petani tembakau kita. Bukan karena kita kekurangan tembakau.
Impor tembakau kita terbesar dari China, kedua dari Brasil dan ketiga dari Zimbabwe.
China memang produsen tembakau utama dunia (2.611.610 ton); India peringkat 2 (804.454 ton); Brasil ke 3 (769.801 ton); Zimbabwe ke 4 (257.764 ton); AS ke 5 (212.260 ton); dan Indonesia peringkat 6 (197.250 ton). Tetapi pada tahun 2020, Indonesia juga mengekspor rokok keretek, tembakau cerutu dan cerutu senilai 1.087 juta dolar AS (Rp 15,2 triliun). Tahun 2020, neraca perdagangan tembakau kita surplus sebesar 536,59 juta dolar AS (Rp 7,5 triliun).
Di dunia, dikenal tembakau virginia untuk rokok putih, tembakau cerutu untuk produksi cerutu, tembakau pipa dan tembakau susur (chewing tobacco). Di Indonesia tambah satu lagi, yakni tembakau keretek, yang sebagian besar dihasilkan dari lereng Gunung Sindoro, Sumbing, Prau dan dataran tinggi Dieng, di Jawa Tengah. Kawasan ini masuk Kabupaten Temanggung, Magelang, Wonosobo, Banjarnegara, Batang dan Kendal. Meskipun sentra tembakau keretek ada di Jawa Tengah, provinsi ini bukan penghasil tembakau terbesar di Indonesia.
Produsen tembakau terbesar Indonesia 2021 justru Provinsi Jawa Timur (140.283 ton); ke 2 Jawa Tengah (55.667 ton); ke 3 Nusa Tenggara Barat (45.090); ke 4 Jawa Barat (8.456 ton); dan ke 5 Sulawesi Selatan (2.238). Sentra tembakau di Jawa Timur membentang mulai dari Bojonegoro, Tuban, Gresik sampai ke Bondowoso, Jatim. Di dataran rendah, para petani menanam tembakau virginia. Tembakau jenis ini digunakan untuk rokok putih, campuran keretek dan tembakau shag.
Jawa Tengah sebenarnya juga membudidayakan tembakau virginia, terutama di dataran rendah Kabupaten Kendal. Musim tanam tembakau virginia, sama dengan tembakau keretek dataran tinggi. Benih disemai pada akhir Maret atau awal April; ditanam pada pertengahan atau akhir April; lalu dipanen pada akhir Juli atau awal Agustus. Tembakau yang ditanam pada akhir musim hujan dan dipanen saat kemarau, disebut tembakau Voor Oogst. Tembakau yang ditanam pada akhir musim kemarau dan dipanen awal musim penghujan disebut tembakau Na Oogst.
Sdr. Donny, yang Anda sebutkan sedang dipersiapkan lahan dan benihnya, jenis tembakau Voor Oogst. Bulan April mereka tanam, dan Juli sampai Agustus mereka akan panen. Di AS, Brasil, China, India dan Zimbabwe; daun tembakau dikeringkan utuh baru dirajang/digiling. Di sini tembakau dirajang saat masih basah. Caranya, daun tembakau segar dibuang tulang daunnya, kemudian digulung dan diperam. Setelah itu dirajang dan dijemur. Khusus di Dataran Tinggi Dieng, selain dijemur tembakau juga diasap (digarang); hingga membentuk lempengan yang keras seperti kayu.
Tembakau rajangan Pulau Jawa, disimpan dalam keranjang bambu, dengan lapisan batang pisang kering. Dengan cara ini, tembakau tahan disimpan sampai bertahun-tahun dan kualitasnya akan semakin meningkat. Perusahaan rokok, membeli tembakau rakyat dalam bentuk segar setelah dipanen, tembakau krosok, dan tembakau rajangan. Perusahaan rokok besar seperti Djarum, Gudang Garam, Sampoerna dan Bentoel; punya tempat pengeringan daun tembakau dan gudang di Kabupaten Temanggung.
Bulan Juli dan Agustus, mobil-mobil BRI, BNI, Mandiri dan BCA berisi uang akan mondar-mandir di Kabupaten Temanggung, Magelang, Wonosobo, Banjarnegara, Batang dan Kendal. Sebab para petani tembakau hanya mau terima uang cash sebagai pembayaran daun tembakau mereka. Uang itu juga akan mereka simpan di rumah untuk dibelanjakan secara bertahap. Saat panen raya tembakau, toko emas, dealer sepeda motor dan mobil di Kabupaten Temanggung dan Magelang juga ikut panen raya.
Apakah Sumatra Utara khususnya kab.karo ,Dairi , humbahas, taput , Simalungun bisa mendongkrak perekonomian petani melalui tembakau lebih dari katagori sejahtera?
Sumatra Utara punya sejarah panjang mengenai tembakau Tembakau Deli tidak banyak ditemukan dan dibudiyakan di seluruh kawasan Indonesia, hanya kawasan dengan kondisi geografis tertentu yang bisa ditanami tembakau Deli.
Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara, dikenal sebagai pusat produksi tembakau Deli.
Saat ini pengelolaan tembakau Deli dibawah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 2 , Sumatera Utara.
Para pekerja didominasi perempuan sebagai pengolah tembakau Deli, dengan tujuan meneruskan tradisi yang pernah mencetak sejarah tembakau di dunia.
Rata-rata pekerja sudah bekerja lebih dari 30 tahun, dan masih bertahan mengolah tembakau untuk bahan baku cerutu berkualitas ekspor ke Eropa terutama Bremen Jerman.
Para pekerja perempuan ini biasanya melakukan pemeraman tembakau, pemeraman tembakau sendiri memiliki arti pengeringan daun tembakau.
Pengeringan daun tembakau tersebut nantinya untuk bahan baku cerutu, dengan proses awal fermentasi.
Namun saat ini produksi tembakau menurun, lantaran banyak lahan yang kemudian beralih fungsi menjadi tanaman lain.
Sejarah
Jacobus Nienhuys datang ke Sumatera Timur tahun 1863, 6 tahun kemudian mendirikan perusahaan Deli Tabaks Maatschappij.
Jacob Nienhuys dan Peter Wilhelm Janssen mendirikan usaha tembakau di Sumatera Timur, karena tembakau Medan digemari penikmat cerutu di Eropa dan sebagai bahan baku cerutu.
Perkebunan tembakau di Sumatera tahun 1870-1979 dilaporkan sudah mencapai 169 kebun tembakau, sementara di Sumatera Timur mulai berkembang perkebunan tembakau sejak tahun 1889.
Ribuan warga China, India, dan Jawa kemudian beramai-ramai datang ke Medan, guna menjadi tenaga kerja industri tembakau.
Berbagai bangsa akhirnya hidup dan menetap di Medan.
Dalam catatan Jan Bremen sering sekali warung di Medan dikunjungi tujuh orang tamu mewakili bangsanya, yakni: Belanda, Jerman, Denmark, Inggris, Swiss, dan Norwegia.
Perkebunan tembakau yang terus berkembang, membuat Medan tumbuh sebagai kota metropolitan kelas dunia.
Tercatat tahun 1930 sekitar11.000 orang Eropa tinggal di Pantai Timur Sumatera, dan banyak yang bekerja di industri perkebunan tembakau.
Negara Belanda, Inggris, Perancis, dan Jerman tercatat sebagai investor besar perkebunan tembakau di Sumatera Timur pada periode 1913-1932.
Sarana dan prasarana mulai berdiri seperti: perkantoran, hotel, bank, kantor pos, sekolah, pasar, dan stasiun kereta api.
Beberapa bangunan tersebut masih berdiri di Medan, meski juga banyak bangunan bersejarah tersebut yang sudah beralih fungsi.
Tembakau membuat Medan tumbuh dengan budaya masyarakat Eropa, mengakibatkan daerah di sekitarnya tumbuh menjadi pusat pertanian sesuai kebutuhan masyarakat Eropa di Medan.
Namun perkebunan tembakau tidak bisa ditanam di seluruh Sumatera, tanaman keras ini hanya cocok ditanam di Medan dan Langkat.
Profil Pekerja
Pekerja perkebunan tembakau Deli pada masa colonial, didominasi pekerja dari Tionghoa.
Perusahaan perkebunan Deli lebih memilih pekerja Tionghoa, karena dikenal pekerja keras dan tekun.
Jan Breman mencatatkan sebelum matahari terbit para pekerja sudah berada di lading untuk merawat tembakau muda, menyiram, mencari ulat daun tembakau, atau membuka lahan baru.
Mereka terbiasa bekerja sampai matahari terbenam dengan istirahat 2 jam di siang hari, bahkan malam hari mereka masih sibuk mengurus tembakau.
Masyarakat Tionghoa bisa saja merupakan pekerja yang tak simpatik, karena kesukaanya berteriak dan rebut.
Tetapi setiap tuan kebun harus menghormati mereka karena telah memiliki tenaga kerja dan prestasi kerja yang luar biasa.
Anthony Reid menyatakan pemerintah Tionghoa yang progresif menentang emigrasi warganya ke Sumatera Timur.
Pernyataan muncul setelah merebaknya berita eksploitasi yang dialami buruh Tionghoa di Deli.
Imbasnya adalah biaya pengangkutan buruh Tionghoa menjadi meningkat, dan perusahaan perkebunan tembakau Deli lebih memilih buruh Jawa dengan biaya murah.
Dominasi masyarakat Tionghoa di Sumatera Timur meningat di tahun 1930, sebagai pendatang terbanyak di Sumatera Timur.
Sebuah komunitas yang berimbang muncul, terdiri dari pedagang, petani, nelayan, dan penebang kayu.
Menurunya Produksi
Tembakau Deli mengalami kemerosotan, semenjak nasionalisasi seluruh aset pemerintah asing di tahun 1957.
Asset perusahaan yang tersisa Deli Maatschappij dengan 16 kebun dan Senembahan Maatschappij dengan 6 kebun, dibawah PTPN II di tahun 1965.
Meskipun merugi, perkebunan tembakau Deli di Medan tetap dilestarikan, karena merupakan tanaman bernilai sejarah tinggi.
Masalah harga tembakau yang sangat murah dan biaya produksi tinggi, pelelangan tembakau yang awalnya berada di Bremen Jerman dialihkan di kebun Tandem, Binjai Sumatra Utara untuk menghemat biaya.