NTB, Mataram, LidiNews.com - Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar seminar online (webinar) dengan tema "Refleksi Historisitas Islam Wetu Telu dalam Pendekatan Ethnopedagogi”, Minggu (26/07/2020).
Lalu Sarjana, M.Pd. Ketua AGSI NTB menjelaskan
tema Webinar kali ini pengurus AGSI NTB mengangkat Refleksi Historisitas Islam Wetu Telu dalam Pendekatan Ethnopedagogi karena Islam Wetu Telu merupakan warisan nenek moyang Suku Sasak yang eksistensinya bisa kita lihat sampai sekarang.
Sementara itu Dr. Sumardiansyah Presiden AGSI dalam sambutannya mengatkan AGSI sebagai organisasi profesi dapat bersenergi dan berkolobarasi dengan MGMP Sejarah, Dinas Pendidikan dan Perguruan Tinggi.
Dr. Sumardiansyah Perdana Kusuma menganggap tema yang diangkat oleh pengurus AGSI NTB sangat menarik, karena masyarakat banyak yang belum paham apakah Islam Wetu Telu itu bagian Islam atau Wetu Telu bagian dari Penghayat Kepercayaan.
"Penghayat Kepercayaan memang sudah ada sejak dahalu walau ada deskriminatif terhadap Penghayat Kepercayaan, Tahun 2017 Mahkamah Konstitusi menentapkan kedudukan aliran kepercayaan legal dalam kewarganegaraan Indonesia. Sehingga jika Penghayatan Kepercayaan berhak diisi dalam kolom KTP," ujarnya.
Lebih lanjut Sumardiansyah menjelaskan kemajukan di Republik ini bagian dari kebudayaan. Sehingga dalam kontek budaya dan sosial kita harus membuka diri bahwasanya kita tidak sendirian ada saudara-saudara kita yang berbeda dengan kita yang mereka berhak mendapat pengakuan, kalau belajar sejarah kita akan faham bahwa tidak ada yang asli dalam kebangsaan semuanya bercampur sebelum Islam masuk kita mengenal Hindu-Budha.
"Sebelum Hindu-Budha kita mengenal tradisi-tradsi lokal. Sehingga pikiran kita lebih terbuka dan dinamis, kita juga tidak menutup diri dari hal-hal lain di luar kita," imbuhnya.
Acara webinar tersebut dibuka langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan NTB bapak Dr. H. Aidy Furqon, S.Pd., M.Pd.
Beliau mengungkapkan sejarah menjadi inspirasi dan dasar untuk kita menatap masa depan. Proses pembembelajaran dan layanan yang ada pada guru sejarah juga harus berani kita kembangkan.
"Mengembangkan sejarah sebagai pelajaran yang reakreatif, mengembangkan pemikiran kritis baik guru dan anak didik terhadap kontek lokal," terangnya.
Seminar online yang digelar melalui aplikasi Zoom Meeting dan YouTube itu menghadirkan pembicara Dr. Jujuk Ferdianto, S.Pd., M.Pd Dosen Politeknik Pariwisata Lombok, dalam pemaparannya beliau menjelaskan tentang peninggalan sejarah di Pulau Lombok.
Beliau juga menjelaskan bahwa Wetu Telu melambangkan ketergantungan makhluk hidup satu sama lain. Menurut konsepsi ini, wilayah kosmologis itu terbagi menjadi jagad kecil dan jagad besar. Jagad kecil disebut alam raya atau mayapada yang terdiri atas dunia, matahari, bulan, bintang dan planet lain, sedangkan manusia dan makhluk lainnya merupakan jagad kecil yang selaku makhluk sepenuhnya tergantung pada alam semesta.
"Masyarakat Wetu Telu dalam ibadah sholatnya mempraktikkan shalat-shalat yang diakui oleh penganut kepercayaan Islam Wetu Telu, sama seperti halnya dengan pelaksanaan shalat yang dilakukan oleh umat Islam pada umumnya.
Tidak hanya ibadah sholat masyarakat Wetu Telu juga mempraktekkan ritual-ritual dalam perayaan hari besar Islam diantaranya Rowah Wulan dan Sampet Jum’at. Rowah Wulan dan Sampet Jum’at. menyambut tibanya bulan puasa (Ramadlan). Rowah Wulan diselenggarakan pada hari pertama bulan Sya’ban, sedangkan Sampet Jum’at dilaksanakan pada jum’at terakhir bulan Sya’ban," terangnya.
"Selain perayaan ini juga perayaan lebaran, selamatan bubur putih dan abang di bulan Muharram dan juga perayaan Maulid dilakukan oleh masyarakat Wetu Telu," tutup.(Rel/Yopi).