terkini

Iklan Podcast

Siaran Pers :Front Rakyat Sultra Bersatu ( FORSUB) - Tolak Omnibus Law

Lidinews
Kamis, 7/16/2020 09:45:00 AM WIB Last Updated 2023-02-11T03:43:09Z

Kendari, LidiNews.com| 15 Juli 2020 - Front Rakyat Sultra ( FORSUB) mendesak penghentian pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Cilaka) yang cacat prosedur dan bermasalah dalam substansi. Di Kendari Sulawesi Tenggara, belasan organisasi masyarakat sipil Menolak dan Mendesak penghentian pembahasan Omnimbus Law RUU Cipta Kerja, hal ini terungkap dalam konsolidasi dan diskusi di kantor Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sultra. 15/7

Diskusi sekaligus konsolidasi masyarakat sipil ini merupakan peringatan bagi pemerintah dan wakil rakyat agar mendengar dan melihat penderitaan rakyat yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan menjadi korban pembiaran perampasan tanah di mana-mana. Kami ingin pemerintah fokus mengatasi Covid-19 dan memastikan perlindungan kesejahteraan, menegakkan keadilan, serta menghormati demokrasi. Ungkap Kisran Makati – Direktur Pusat Kajian & Advokasi Hak Asasi Manusia ( PUSPAHAM ) Sulawesi Tenggara.

Masih Menurut Kisran Makati yang juga Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria, bahwa Aturan dalam Omnibus Law secara eksklusif memang dibuat untuk lebih mengutamakan posisi investor/korporasi ketimbang perlindungan terhadap hak demokrasi dan konstitusional rakyatnya. Amanah konstitusi untuk melindungi dan menyejahterakan rakyat di kesampingkan begitu saja dengan dalih mendatangkan investasi. Mirisnya, banyak kasus-kasus kriminalisasi terhadap masyarakat justru yang menjadi pelapornya adalah korporasi/investor itu sendiri, seperti Korporasi PT. GKP di Pulau Wawonii Kab. Konawe Kepulauan melaporkan petani kecil karena mempertahankan hak atas tanahnya yang diklaim sebagai IUP dari perusahaan tersebut. Sementara, negara abai untuk melindungi dan membela rakyatnya, negara justru membuat aturan yang mengukuhkan keistimewaan posisi investor (pengusaha/korporasi) dengan berbagai kemudahan regulasi sementara mengebiri hak rakyatnya sendiri. 

Sementara itu menurut Didi Hardiana – Konsorsium Pembaruan Agraria ( KPA ) Sultra,  menilai substansi omnibus law RUU Cilaka melanggar konstitusi termasuk melawan sepuluh keputusan Mahkamah Konstitusi terkait agraria. “Kesimpulan kami RUU Cilaka merupakan undang-undang yang bukan hanya liberal tapi juga neoliberal karena hendak menjadikan tanah sebagai benda komoditas untuk dikomersilkan bertentangan dengan Undang-undang Pokok Agraria. Ada motif jahat yang semakin vulgar untuk mengganti Undang-undang Pokok Agraria yang merupakan benteng terakhir petani melalui aturan ini.

Petani Masyarakat Adat & Nelayan akan tergusur dari ruang hidupnya karena pemerintah memberikan berbagai keistimewaan dan prioritas kepemilikan lahan untuk kepentingan bisnis dan investasi. 2. RUU Cipta Kerja (OmnibusLaw) Mengancan turunnya kualitas dan kuantitas panen kaum tani, nelaya dan masyarakat adat karena perubahan fungsi lahan oleh pengusaha untuk kepentingan bisnisnya. 3. Kaum Tani, Masyarakat adat atau nelayan akan mudah dikriminalisasi kalau melawan proyek para investor dan pengusaha yang disetujui pemerintah.”ungkap Didi Hardiana 

Penolakkan lainnya datang dari Ujang Uskadiana – Ketua Serikat Tani Konawe Selatan (STKS) menurutnya Omnibus Law mendesak segera di hentikan pembahasannya, pasalnya RUU Cipta Lapangan Kerja, sangat tidak berpihak kepada petani, buruh tani, buruh, nelayan, kaum miskin kota dan masyarakat adat. Bahkan sebelum ada RUU ini pun, sudah menunjukkan watak dan praktek yang tidak adil, berbagai modus dan skema perampasan tanah terjadi, konflik agrarian dibiarkan berlarut-larut sehingga merugikan produktifitas petani akibat tidak adanya kepastian dalam penyelesaian konflik agraria.
 
Dukungan terhadap aksi 16 Juli juga disampaikan Novi Lestari - Solidaritas Perempuan ( SP ) Kendari, menolak pembahasan Omnibus Law atau RUU Cipta Lapangan Kerja, menurutnya UU ini lebih memihak kepada investor. mengabaikan hak-hak perempuan terutama perempuan akar rumput. Bahkan akan semakin memperkuat diskriminasi dan ketidakadilan gender, melanggar hak asasi manusia dan hak asasi perempuan serta bertentangan dengan kebijakan yang diantaranya : 1. UU No. 7 Tahun 1984, 2. UU No. 11 Tahun 2005, 3. Kesetaraan Gender prinsip No.9 Tahun 2000, 3. Tentang Penghapusan Gender dalam pembangunan dan RPJMN 2020-2024. 

Lebih lanjut Fani Astika – Rumah Revolusi, menyatakan bahwa Omnibus Law / RUU Cipta Kerja merupakan produksi yang akan melanggengkan oligarki, menindas hak asasi manusia, melahirkan ketidakadilan rakyat, diskriminatif serta memperlemah demokrasi. Pada intinya tidak ada kepercayaan terhadap RUU Omnibus Law, jika di sahkan akan berdampak pada rusaknya lingkungan melalui kemudahan izin serta merugikan hak-hak buruh dengan upah yang murah. 

Bahwa pasal-pasal dalam Omnibus Law hanya menguntungkan investor semata. RUU Cipta Lapangan Kerja dibahas didalamnya, mulai dari tenaga kerja, pertanian, perikanan, kelautan, pendidikan, pertambangan, minyak dan lain sebagainya. Hal itu hanya untuk kepentingan korporasi atau investasi Misalnya yang terjadi di sulawesi tenggara masih banyaknya pengusuran lahan petani  yang terjadi dimana-mana untuk itu hentikan pengusuran Lahan petani . Apalagi dunia pendidikan saat ini  sangat-sangat mencekik  Mahasiswa dengan biaya  yang begitu mahal. Karena itu sudah saatnya mewujudkan Pendidikan gratis ilmiah  dan Demokratis. Demikian diungkapkan La Ode Agus - Ketua LMND Kota Kendari.

Senada dengan itu Rizal – DPC GMNI Kota Kendari, menganggap bahwa pembahasan RUU Cipta kerja atau Omnibus Law yang sejak diusulkan oleh pemerintah akan menjadi pertanda buruk bagi masyarakat Indonesia dilihat dari berbagai kacamata formil hingga materil. RUU Cipta kerja atau Omnibus Law kami nilai hanya mementingkan kepentingan oligarki dan mengesampingkan nilai kesejahteraan buruh, lingkungan dan aspek pendidikan. GMNI.

Narahubung:
- Didi – 082 2174 62212
- Kisran – 085 2153 55299

Tentang Front Rakyat Sultra ( FORSUB) – Tolak Omnimbus Law Gebrak merupakan gabungan berbagai organisasi: petani, buruh perempuan, mahasiswa  dan organisasi masyarakat sipil. Di antaranya adalah Konsosrsium Pembaruan Agraria ( KPA ) Sulawesi Tenggara, Pusat Kajian dan Advokasi Hak Asasi Manusia ( PUSPAHAM ) Sulawesi Tenggara, Solidaritas Perempuan ( SP ) Kendari, Serikat Tani Konawe Selatan (STKS), FORSDA Kolaka, Liga Mahasiswa Nasional Demokratis ( LMND ) Kota  Kendari, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia ( GMNI)  Rumah Revolusi, KBS, FORMATANI

Reporter : Novi Astuti
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Siaran Pers :Front Rakyat Sultra Bersatu ( FORSUB) - Tolak Omnibus Law

Iklan