terkini

Iklan Podcast

Lika-liku Cita

Lidinews
Rabu, 6/03/2020 04:05:00 PM WIB Last Updated 2023-02-11T03:44:27Z


Karya: Shya'diyah

           Gadis itu mengayuh sepedanya dengan cepat,  mengabaikan panasnya sinar mentari yang menyengat,  sinarnya menerobos masuk melalui kain baju lengan panjangnya. Dia membelah ramainya jalanan karena bertepatan dengan siswa-siswi yang pulang sekolah. Dia harus segera sampai dikost-annya sebelum terlambat pergi kuliah. Waktu menunjukkan 13.30 tepat saat dia memasuki gerbang kost-nya. Segera dia menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua, gadis itu hanya memiliki waktu 30 menit sebelum mata kuliah pertama dimulai. bergegas ia membersihkan diri dan bersiap-siap menuju kampusnya yang berada didepan kostnya. Sedangkan kostnya sendiri berada tepat dibelakang gedung kampusnya. Setelah selesai, gadis itu kembali turun ke lantai satu dan menuju kampusnya.

          

          Namanya Jingga, gadis dari desa yang mengenyam pendidikan di kabupaten. Gadis yang terlahir dari keluarga biasa, dia tidak kaya bahkan bisa dibilang kehidupannya yang mendekati garis kemiskinan, anak ketiga dari empat bersaudara menjadikannya harus bisa bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Bukan apa-apa, dia sadar akan kehidupannya yang tidak bisa semudah teman-temannya yang kebetulan terlahir dari keluarga berada. Bahkan, dia harus berkerja  untuk membiayai hidupnya dan juga kuliahnya. Dia tidak tega membebankan semua biaya sekolahnya kepada orangtuanya. Apalagi, ibunya lah yang menjadi tulang punggung dalam keluarga, sedangkan kakak-kakaknya sudah memiliki keluarga masing-masing.

 

      Ibunya bukanlah seorang janda, ayahnya masih hidup. Namun, ayahnya tidak memiliki pekerjaan, bahkan tidak jarang sang ayah yang seharusnya menjadi tulang punggung dan memberikan nafkah kepada keluarga malah meminta uang dari sang ibu yang didapatkan dari hasil buruh tani diladang orang. Dulu ayahnya sempat merantau diluar pulau untuk beberapa tahun, hingga akhirnya memutuskan pulang dan tidak kembali lagi ketanah perantauan. Sejak saat itu, sang ayah mencari pekerjaan lain didesa. Dengan menjual belikan sapi, namun hal itu tidak bertahan lama.  Lambat laun, ayahnya seringkalu ditipu dan mengalami kerugian. Hingga mengakibatkannya menggadaikan motor milik anak-anaknya, yang mengakibatkan seringkali terjadi pertengkaran.

   

    Oleh karenanya, sekarang ayahnya tidak lagi  memiliki pekerjaan. Selain itu, rasa percaya Jingga maupun saudaranya sudah luntur untuk sang ayah. Pasalnya sang ayah sering mengingkari janji, selain seringnya ditipu, ayah Jingga adalah seorang penjudi. Jadi uang yang  dipunya dulu juga seringkali habis dimeja terlaknatt itu.

  

      Jingga sendiri pernah berhenti setahun sebelum melanjutkan langkahnya keperguruan tinggi, dia memutuskan merantau dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga disebuah kota besar. Saat itu dia ikut dengan sebuah keluarga Cina yang baik hati, hal tersebut mengubah pemikirannya terhadap berita-berita miring yang berhembus didesanya, tidak semua yang dibicarakan orang itu benar bukan.

 

         Jingga anak yang memiliki kapasitas otak yang biasa saja, sehingga dia tidak berani untuk bermimpi terlalu tinggi, namun entah apa yang mengubah tekadnya hingga akhirnya dia memutuskan untuk berusaha menggapai mimpinya menjadi seorang guru, akhirnya dia memutuskan untuk mendaftarkan dirinya melalui tes disebuah perguruan tinggi  negeri islam yang terdapat di Kota Surabaya. Hingga akhirnya dia benar-benar mengikuti tes dan hasil yang keluar begitu membuatnya tercengang, karena pada akhirnya, dia berhasil lulus dalam tes tersebut.

   

         Kita bisa berencana, namun  Tuhanlah  yang akan menentukan. Ditengah kebahagiaan Jingga, terdapat sebuah beban yang menyelimuti benaknya. Bagaimana dia akan bertahan hidup disana ? Bagaimana dia dapat membayar ukt setiap semesternya ? Dan masih banyak pemikiran lainnya. Terlepas dari itu semua, dia melihat gurat bahagia juga kekhawatiran diwajah sang ibu. Jingga tahu dengan pasti, ibunya sudah tentu menghawatirkan biaya yang akan digunakan untuk sekolahnya. Jingga bisa saja mengajukan bidikmisi. Namun belum juga mencoba, hatinya sudah mengecil akan sebuah kegagalan. Dia tahu dia begitu  pengecut, tidak berani akan sebuah tantangan.  Tapi biarlah semesta mencibir, gadis itu terlalu takut akan sebuah harapan.

 

         Hingga akhirnya, Jingga melepaskan semua mimpinya untuk mengenyam pendidikan diperguruan tinggi tersebut. Namun jangan salah, tekadnya untuk menggapai mimpinya masih setinggi langit dan seluas samudra. Akhirnya dia memutuskan untuk mendaftarkan diri disalah satu kampus swasta dikabupaten, dengan bersamakan do'a sang ibu,  dia kembali meninggalkan rumah untuk semua mimpinya, meskipun kali ini tidak akan  sejauh perantauannya yang dulu. Dan dari sini, perjalanannya meniti asa akan segera dimulai.

 

Bukankah memang Tuhan begitu adil. Beberapa minggu setelah dia memasuki kampus barunya, dia mendapatkan pekerjaan setelah berjalan menyusuri toko-toko disekitar kota. Matanya memandang pamflet didepannya dengan pandangan berbinar. Dan akhirnya dia mendapatkan pekerjaan sebagai penjaga kantin disebuah sekolah menengah pertama yang tidak jauh dari kost menurutnya, dia hanya memerlukan waktu 15 menit bersepeda untuk sampai kesana.  Tidak mengapa, selama tekad itu masih membara, mimpi itu akan menjadi nyata. Perlahan tapi pasti.

 

         Selagi kamu masih memiliki mimpi,maka bulatkan tekadmu dan kokohkanlah keyakinanmu. Maka kau pasti bisa melakukannya. Pesan sang ibu terpatri kuat dalam lubuk hatinya dan akan selalu terngiang dalam setiap jejak langkahnya.

 

~ S E L E S A I ~


Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Lika-liku Cita

Iklan