Kasus Novel Baswedan: Apakah hukum yang berpura-pura atau kah penegak hukumnya?
(Bagian I)
OPINI
Muh.Furqan Fahmi
(Delhim Hmtp Umk)
Sudah sekian lama kasus yang menimpa seorang penyidik senior KPK Novel Baswedan yang selaku korban penyiraman air keras yang dilakukan oleh oknum kepolisian. Tindakan ini merupakan perilaku kejahatan berencana, karena mengulik dari kejadian tersebut itu terjadi ditengah korban bepergian sholat subuh ke masjid.
Penyiraman air keras ini terhadap korban di waktu subuh tak bisa ditutupi oleh argumen apapun yang berdalih kejahatan tidak berencana. Pelaku dari penyiraman air keras kasus novel baswedan ini berupa aparatur negara yang tugasnya tidak lain adalah menyidik, mengayomi dan menegakkan hukum.
Isu Kasus Novel Baswedan ini terlihat sangat rumit dimata masyarakat terwabil khusus untuk keluarga dari korban (novel baswedan). Bertahun-tahun pelaku tersebut kemudian ditemukan Desember 2019.
Mengingat akibat dari penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK yang membuat luka berat kepada salah satu organ tubuh yakni organ penglihatan. Mata kiri dari korban sudah tidak bisa berfungsi lagi untuk melihat sedangkan untuk mata kanan masih melihat walaupun begitu rabun.
Dengan kasus seperti ini seharusnya pemangku kebijakan atau penegak hukum seharusnya pula tidak ikut rabun apalagi buta seperti apa yang dirasakan oleh korban dalam hal menangani kasus kejahatan berencana yang dilakukan oleh oknum kepolisian.
Dengan kasus seperti ini seharusnya pemangku kebijakan atau penegak hukum seharusnya pula tidak ikut rabun apalagi buta seperti apa yang dirasakan oleh korban dalam hal menangani kasus kejahatan berencana yang dilakukan oleh oknum kepolisian.
Kendati demikian, kisah pengungkapan kasus novel baswedan yang dimulai dari tepatnya 11 April 2017 yang begitu panjang. Perjalanan pengungkapan itu tiba-tiba mandek dengan rentan waktu 2.5 tahun.
Banyak pihak yang mendukung dan peduli kepada senior penyidik KPK ini melakukan desakan kepada bapak presiden Jokowi untuk menuntut bahwa kasus novel Baswedan ini agar cepat selesai.
Pelaku kejahatan berencana berupa penyiraman air keras terhadap novel baswedan dituntut sanksi pidana penjara sebesar 1 tahun. Keputusan jaksa penuntut umum (JPU) tersebut menuai banyak kontra dikalangan masyarakat apalagi para akademisi atau pakar-pakar hukum.
JPU menuntut 1 (satu) tahun penjara dengan dalih bahwa pelaku memang pada dasarnya berencana melakukan perbuatan keji itu, akan tetapi JPU mengganggap bahwa kasus ini tidak memenuhi unsur-unsur dakwaan primer soal penganiayaan berat dari Pasal 355 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu juga pelaku mengaku bahwa penyiraman air keras itu sasarannya berupa badan tetapi malah terkena mata korban walaupun memang tindakan kami ini berupa kejahatan berencana dan ini juga merupakan salah satu dalih yang digunakan oleh JPU.
Anda sebagai pembaca, coba mencerna baik-baik paragraf 6 !!! Apakah keadilan itu sebuah lelucon? Ataukah hukum yang berpura-pura? Simak paragraf selengkapnya.
Novel Baswedan selaku korban mendengar keputusan dari jaksa penuntut umum (JPU) membuat dia sangat kaget. Lantas demikian, Novel Baswedan mengemukakan bahwa dia meminta pelaku tersebut untuk dibebaskan karena tidak yakin dengan terdakwa tersebut bahwa merekalah pelaku sebenarnya.
Ditengah maraknya kembali kasus tersebut, penyidik senior KPK ini bertanya kepada penyidik "apa yang bisa menjelaskan bahwa kedua terdakwa itu pelakunya, mana buktinya, saya enggak dapat penjelasan", ujar novel Baswedan/penyidik senior KPK.
Bahkan dipersidangan pun para saksi penting tidak dihadirkan serta ungkapan motif serangan dendam pribadi. Sehingga tuntutan yang diberikan kepada pelaku hanya setahun saja. Nah, hal inilah yang membuat korban resah adanya ketidakadilan terhadap dirinya.
Anda sebagai pembaca, coba mencerna baik-baik paragraf 7 !!! Apakah keadilan itu sebuah lelucon? Ataukah hukum yang berpura-pura? Simak paragraf selengkapnya.
Tak lepas dari dinamika diatas yang mengkiaskan sebuah konstruksi pertunjukan lakon dalam kasus tersebut. Parahnya, ketua tim kuasa hukum terdakwa adalah seorang polisi yang berpangkat bintang 2 (dua) bapak Irjen. Pol. Dr. Rudy Heriyanto Adi Nugroho, S.H., M.H., M.B.A yang sekarang menempati jabatan kepala divisi hukum polri, dimana beliau membela atau memperjuangkan terdakwa agar selamat dari Kasus tersebut. Kita tahu bersama terdakwa merupakan oknum kepolisian yang melanggar kewajibannya untuk mengayomi masyarakat.
Hal demikian sepantasnya dikatakan lelucon yang mengundang kemerosotan kesehatan pada sistem hukum Indonesia, karena seorang Irjen polisi bintang 2 (dua) membela polisi yang melakukan kesalahan secara fatal.
Anda sebagai pembaca, coba mencerna baik-baik paragraf 8 !!! Apakah keadilan itu sebuah lelucon? Ataukah hukum yang berpura-pura? Simak paragraf selengkapnya.
Dari kasus novel Baswedan tersebut penulis mencoba untuk mengulik pengungkapan pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, bahwa tuntutan 1 (satu) tahun ini merupakan bentuk kongkalikong. Mengapa demikian? Ada dua analisis yang bisa saya sampaikan yakni "Dengan tuntutan satu tahun ini merupakan bentuk keringanan bagi terdakwa yang sebenarnya potensi mereka bukanlah pelaku sebenernya, hal ini seolah kemunafikan antar pelaku dengan penegak hukum". Ataupun, "Terdakwa ini memang pelaku sebenernya akan tetapi dengan diberikan sanksi pidana 1 (satu) tahun penjara maka Indra ucap dari pelaku ini agar tetap tidak bernyanyi untuk membongkar kedok dibalik semua ini"
Anda sebagai pembaca, coba mencerna baik-baik paragraf 9 !!! Apakah keadilan itu sebuah lelucon? Ataukah hukum yang berpura-pura? Jawaban: hukum yang dinobatkan sebagai konstruksi pertunjukan lakon ditengah berlakunya sandi asma kepada terdakwa.
Maraknya kembali kasus novel Baswedan ini begitu membuat saya selaku penulis berfikir nantinya akan mudah dibodohi oleh penegak hukum dan bukan hukum yang membodohi saya, maka dari itu bagi kalian yang membaca tulisan ini mari kita belajar hukum secara baik dan benar demi menciptakan hukum yang beradab serta menuntaskan ketidakadilan di negeri tercinta kita ini. GARUDA DIDADAKU
Anda sebagai pembaca, coba mencerna baik-baik paragraf 6 !!! Apakah keadilan itu sebuah lelucon? Ataukah hukum yang berpura-pura? Simak paragraf selengkapnya.
Novel Baswedan selaku korban mendengar keputusan dari jaksa penuntut umum (JPU) membuat dia sangat kaget. Lantas demikian, Novel Baswedan mengemukakan bahwa dia meminta pelaku tersebut untuk dibebaskan karena tidak yakin dengan terdakwa tersebut bahwa merekalah pelaku sebenarnya.
Ditengah maraknya kembali kasus tersebut, penyidik senior KPK ini bertanya kepada penyidik "apa yang bisa menjelaskan bahwa kedua terdakwa itu pelakunya, mana buktinya, saya enggak dapat penjelasan", ujar novel Baswedan/penyidik senior KPK.
Bahkan dipersidangan pun para saksi penting tidak dihadirkan serta ungkapan motif serangan dendam pribadi. Sehingga tuntutan yang diberikan kepada pelaku hanya setahun saja. Nah, hal inilah yang membuat korban resah adanya ketidakadilan terhadap dirinya.
Anda sebagai pembaca, coba mencerna baik-baik paragraf 7 !!! Apakah keadilan itu sebuah lelucon? Ataukah hukum yang berpura-pura? Simak paragraf selengkapnya.
Tak lepas dari dinamika diatas yang mengkiaskan sebuah konstruksi pertunjukan lakon dalam kasus tersebut. Parahnya, ketua tim kuasa hukum terdakwa adalah seorang polisi yang berpangkat bintang 2 (dua) bapak Irjen. Pol. Dr. Rudy Heriyanto Adi Nugroho, S.H., M.H., M.B.A yang sekarang menempati jabatan kepala divisi hukum polri, dimana beliau membela atau memperjuangkan terdakwa agar selamat dari Kasus tersebut. Kita tahu bersama terdakwa merupakan oknum kepolisian yang melanggar kewajibannya untuk mengayomi masyarakat.
Hal demikian sepantasnya dikatakan lelucon yang mengundang kemerosotan kesehatan pada sistem hukum Indonesia, karena seorang Irjen polisi bintang 2 (dua) membela polisi yang melakukan kesalahan secara fatal.
Anda sebagai pembaca, coba mencerna baik-baik paragraf 8 !!! Apakah keadilan itu sebuah lelucon? Ataukah hukum yang berpura-pura? Simak paragraf selengkapnya.
Dari kasus novel Baswedan tersebut penulis mencoba untuk mengulik pengungkapan pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, bahwa tuntutan 1 (satu) tahun ini merupakan bentuk kongkalikong. Mengapa demikian? Ada dua analisis yang bisa saya sampaikan yakni "Dengan tuntutan satu tahun ini merupakan bentuk keringanan bagi terdakwa yang sebenarnya potensi mereka bukanlah pelaku sebenernya, hal ini seolah kemunafikan antar pelaku dengan penegak hukum". Ataupun, "Terdakwa ini memang pelaku sebenernya akan tetapi dengan diberikan sanksi pidana 1 (satu) tahun penjara maka Indra ucap dari pelaku ini agar tetap tidak bernyanyi untuk membongkar kedok dibalik semua ini"
Anda sebagai pembaca, coba mencerna baik-baik paragraf 9 !!! Apakah keadilan itu sebuah lelucon? Ataukah hukum yang berpura-pura? Jawaban: hukum yang dinobatkan sebagai konstruksi pertunjukan lakon ditengah berlakunya sandi asma kepada terdakwa.
Maraknya kembali kasus novel Baswedan ini begitu membuat saya selaku penulis berfikir nantinya akan mudah dibodohi oleh penegak hukum dan bukan hukum yang membodohi saya, maka dari itu bagi kalian yang membaca tulisan ini mari kita belajar hukum secara baik dan benar demi menciptakan hukum yang beradab serta menuntaskan ketidakadilan di negeri tercinta kita ini. GARUDA DIDADAKU