Oleh: Reinhadt P Antonio
LidiNews.com - Kurang lebih dua bulan sudah secara resmi pemerintah mengeluarkan kebijakan Physical Distancing sebagai upaya memutus Pendemi Covid-19. Ya, sebuah virus yang konon katanya berasal dari salah satu hewan liar, Kelelawar.
Bencana Internasional ini turut membawa pengaruh diberbagai sektor, baik itu pendidikan, ekonomi dan sosial.
Dalam kesempatan ini penulis akan menyoroti dari segi sosial, yang mana Physical Distancing atau pembatasan jarak sosial maupun fisik dalam berinteraksi. Misal pemberlakuan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), Kebijakan #dirumahaja, dll.
Hal ini tentu menciptakan situasi baru yang semula beraktivitas, bekerja, kuliah, sekolah bahkan travelling dengan bebas, kini terhalangi pendemi. Bekerja, belajar dan beribadah dari rumah. Masa perubahan derastis tersebut berdampak terhadap psikologis seseorang, perasaan “suntuk” dan “terkurung”. Persoalan ini dapat diatasi dengan giat-giat produktif salah satunya menulis. Ya, menulis adalah sebuah petualangan keabadian!. Mari kita ulas secara seksama.
Apa itu menulis?
Secara praktek menulis merupakan suatu kegiatan mencurahkan ide, pemikiran, pendapat, pengalaman bahkan kritikan dalam sebuah kertas maupun media daring baik itu sebuah opini/artikel, puisi, kajian bahkan sebuah risalah. Kegiatan menulis adalah wahana bermain isi kepala atas apa yang dilihat dan didengar atas sesuatu yang terjadi sekarang lalu bergulat dalam ruang imajinasi menciptakan pendapat yang ideal menurut rasio (akal sehat) diri sendiri.
Seasli-aslinya penulis ialah yang mengutarakan pendapat tanpa harus meng-copy tulisan orang lain. Meski terkadang perspektif atau pernyataan dari orang lain diperlukan dalam sebuah tulisan hanya bersifat pembanding bukan mengkooptasi. Menulis juga bisa menjadi sebuah perenungan akan diri sendiri, berbicara dengan diri sendiri atas situasi kedepan yang diharapkan.
Menjadi seorang penulis tentu memiliki sebuah prinsip “Kenali diri sendiri, fenomena depan mata, olah isi kepala“. Karena energy dahsyat seorang manusia adalah kemampuan berpikir bebas. Atas berpikir bebas tersebut dapat menawarkan sebuah pengetahuan baru melalui analisa kepada khalayak ramai.
Lalu apa orientasi menulis?
Orientasi menulis adalah mencatat keabadian. Dapat kita bayangkan menulis pada hari ini, tulisan tersebut masih dapat terkenang hingga sepuluh, dua puluh tahun kedepan. Artinya ada sebuah cerita yang akan diceritakan kepada anak cucu kita, atas pengalaman dan perjuangan yang telah dilalui. Tidak ada kata terlambat menulis, hanya perkara waktu.
Apa yang harus dimiliki seorang Penulis?
Kembali kepada pembahasan sebelumnya bahwa menulis itu petualangan keabadian. Orientasi atau motivasi tersebutlah modal dasar seorang penulis. Menjadi seorang penulis bukanlah sulit tetapi persoalan kesabaran.
Rasa ingin tau yang tinggi
Hal ini berpengaruh dalam memulai perjalanan menjadi seorang penulis, pasalnya dari rasa tersebutlah muncul sebuh pengetahuan baru. Atas sebuah perjalanan atau kondisi yang dapat dilihat secara kasat mata menjadi pemicu muncul pertanyaan-pertanyaan besar dalam kepala.
Selalu mendahulukan dari pertanyaan “bagaimana”. Kemudian untuk menjawab pertanyaan “bagaimana” atas kondisi tertentu yang kita lihat tersebut, muncul sebuah hasrat mencari tau baik dari buku, internet, jurnal dsb. Setelahnya, secara otomatis jaringan-jaringan otak kita akan bekerja dengan sendirinya mengalisa dan berdialektika sehingga menciptakan pola; sebelum terjadi, setelah terjadi dan jawaban/prediksi yang akan terjadi kedepan. Pola tersebutlah menjadi kerangka berpikir sebuah tulisan.
Out of the box
Keinginan keluar dari kotak dapat diartikan terbuka melihat hal baru atau open minded. Salah satu prinsip ini berpengaruh besar terhadap hal apa yang akan kita angkat dalam sebuah tulisan. Pikiran yang terbuka dengan dunia luar dapat menambah wawasan serta pendewasan diri.
Banyak persoalan-persoalan diluar sana yang harus kita gali, yang harus kita ulas dan yang harus kita temukan jawabannya. Melalui sebuah tulisan kita dapat menawarkan ide dan solusi atas tantangan zaman kedepan, yang dapat menjadi sebuah refleksi kepada khalayak ramai. Artinya, proses penggalian pengetahuan baru tersebut dapat berkelanjutan jika dibaca oleh khalayak ramai.
Keluar dari zona nyaman dan berdiskusi
Menulis adalah memberanikan diri masuk dalam zona tidak nyaman. Contoh sederhana saja, untuk menulis sebuah artikel memakan waktu 2-3 jam mencurahkan isi kepala. Proses berpikir panjang ini tentu menguras tenaga. Pertanyaannya apa orientasi kita dalam menulis? Jawaban inilah yang akan membuat kita berani keluar dari zona nyaman. Kemudian giat dalam ruang-ruang diskursus memiliki pengaruh dalam perkembangan pengetahuan kita. Jangan mau menjadi “katak dalam tempurung”, menutup diri dengan orang-orang baru.
Kemampuan menulis kita akan berkembang seiring berjalannya; perjalanan hidup, dunia dan orang baru, kedewasaan, dan lingkungan sekeliling kita. lingkungan yang mengutamakan ruang-ruang diskusi selaras dengan rasa ingin menulis kita.
Tahapan Menulis
Untuk menciptakan sebuah tulisan yang menarik membutuhkan beberapa tahapan. Dalam hal ini saya akan berbagai fase-fasenya. Sebuah tulisan yang baik tentu memiliki dampak baik pula terhadap pembacanya, berorientasi kepada perubahan-perubahan atas fenomena yang terjadi. Tahapan menulis dianalogikan seperti anak tangga yang harus dilalui secara berjenjang dan terstruktur yakni:
- Menemukan topik tulisan yang akan diangkat.
- Membuat outline berupa kerangka tulisan, dari kerangka tersebut berfungsi menciptakan turunan-turunan yang memunculkan kalimat per kalimat.
- Pengumpulan data, teori dan bahan-bahan argumentasi yang logis.
Menulis dan mengembangkan analisa serta pemikiran diri sendiri.
- Penyuntingan, pada tahap ini penulis membaca kembali memperbaiki tulisan yang telah rampung lalu memperbaiki penulisan yang dianggap perlu diperbaiki.
- Publikasi
Tahap publikasi merupakan tahap akhir yakni menerbitkan tulisan tersebut dalam sebuah media misal; buku terbitan, Koran, majalah, media online, dan sosial media
- Jika gagal, evaluasi lalu coba lagi, coba lagi dan coba lagi.
Tidak ada kata terlambat memulai untuk menulis, ini hanya persoalan waktu dan keberanian. Menorehkan sebuah pemikiran dalam sebuah media adalah menciptakan sebuah sejarah.
Sejarah hidup, sejarah pernah menyampaikan pikiran yang mana sepuluh dua puluh tahun kedepan dapat dinikmati kembali oleh anak cucu kita. Seperti salah satu tokoh sastrawan mengatakan “Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang didalam masyarakat dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian“ Pramoedya Ananta Toer.
Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Jambi, Salah Satu Penulis Buku Antologi Indonesia Bersuara, dan Mentor di media jejaring Intipkuliah.com