Oleh: Hendrikus Karing (Mahasiswa Universitas Pancasakti Makassar Fakultas Sospol)
Sulsel, Makassar, LidiNews.com - Sebagai negara hukum, indonesia saat ini sedang dihadapkan pada persoalan Hukum dan Keadilan masyarakat yang sangat serus. Kita mengetahui bahwa, hukum dan keadilan masyarakat itu sendiri seolah dua kutub yang saling terpisah, namun tidak saling mendekat.
Keadilan hukum bagi masyarakat, terutama masyarakat miskin di negri ini adalah suatu barang yang mahal. Saya melihat bahwa keadilan hukum hanya di kuasai oleh orang-orang elit yang memiliki kekuasaan tertinggi dan akses politik serta ekonomi saja.
Sementara masyarakat lemah atau masyarakat miskin yang sangat sulit untuk mendapatkan akses keadilan hukum, bahkan mereka seringkali menjadi korban dari pada penegakan hukum yang tidak adil. Hal ini yang sering terjadi dalam praktik hukum ditegah masyarakat umum.
Banyak yang menjadi sorotan atau aksi protes dari masyarakat umum, terhadap aparat penegak hukum dan keadilan baik melalui media massa maupun dimedia cetak diberbagai daerah, untuk menunjukan bahwa sistem dan akses pratik hukum kita sedang bermasalah.
Proses penegakan hukum dan keadilan yang berlangsung di negri ini, mulai dari kepolisian, kejaksaan, kehakiman, sampai dimasyarakat umum dianggap belum memenuhi rasa keadilan. Data dan fakta ini, semakin menunjukan bahwa sistem dan praktek hukum kita sedang menghadapi masalah serius yang kemudian berakibat pada rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat pada institusi penegakan hukum.
Ketidakadilan hukum menjadi kata kunci untuk menjelaskan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum di Indonesia. Keadilan hukum bagi hak masyarakat sebenarnya harus dijamin dan dilindungi oleh negara. Hak untuk mendapatkan keadilan hukum sama derajatnya dengan hak masyarakat untuk mendapatkan keadilan sosial, politik, dan ekonomi.
Dalam konstitusi Indonesia dengan tegas memberikan jaminan adanya persamaan kedudukan atau konsep "Equality Before the Law". Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 ”Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Namun dalam prakteknya, masyarakat umum terlebih khusus masyarakat miskin, masih sulit untuk mendapatkan akses terhadap keadilan hukum tersebut. Akses tersebut adalah jalan yang dilalui oleh masyarakat untuk menggapai keadilan di luar maupun didalam pengadilan. Aturan normatif tersebut tidak seindah peraktik di lapangan. Proses penegakan keadilan hukum seharusnya mampu melahirkan keadilan hukum, karena kelompok masyarakat yang paling rentan dan sering menjadi korban ketidakadilan hukum ini adalah masyarakat yang masuk dalam kategori lemah dan miskin.
Konsep "Equality Before the Law" hanyalah sekedar konsep, namun implementasi dari konsep itu tidak jelas. Proses penegakan hukum lebih cendrung berpihak pada sekelompok orang -orang elit yang memiliki kekuasaan dan akses kekuatan ekonomi dan politiknya tinggi. Dengan cara ini masyarakat miskinpun pada saat ini tak berdaya berhadapan dengan hukum. Penegak hukum dan keadilan dengan mudanya menjatuhkan hukuman kepada masyarakat miskin yang terbukti bersalah tanpa melihat konteks mangapa hal itu terjadi.
Semua orang yang memiliki kekuasaan dengan leluasa menerapkan kekuasaanya dengan jalur hukum. Karena itu, orang yang tidak memiliki kuasa apa pun, seperti orang miskin, dengan mudanya dijerat. Adakah penegak hukum harus mendengar hati nuraninya?
Hukum saat ini bisa dikatakan "tajam ke bawah, tumpul ke atas" karena ada diskriminasi perlakuan hukum antara mereka yang memiliki uang dan yang tidak memiliki uang. Hukum justru dibuat untuk menghancurkan orang miskin. Para penegak hukum lebih banyak mengabaikan realitas yang terjadi di masyarakat ketika menegakan undang-undang atau peraturan.
Akibatnya penegakan hukum hanya menjadi corong dari aturan. Ini tidak lain adalah dampak dari sistem pendidikan hukum yang lebih mengedepankan positivisme. Penegak hukum dan keadilan seperti memakai kacamata kuda yang sama sekali mengesampingkan fakta sosial.
Secara umum saya sarankan bahwa para akademisi, praktisi hukum, dan sosiolog hukum, harus memperhatikan atas kondisi wajah penegak hukum di indonesia yang tidak mampu memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, terutama masyarakat miskin. Karena dalam kehidupan masyarakat, baik sosial, ekonomi, politik, dan keadilan hukum sangat didambahkan oleh semua orang.
Keadilan hukum tidak hanya sebatas pada keadilan normatif -formalisme tetapi juga keadilan substantif, yakni keadilan yang bisa menyentuh nurani dan nilai-nilai kemanusiaan.