Oleh: Ferdinando Seferi (Ketua Plt DPC GMNI Cabang Makassar)
Sulsel, Makassar, Lidinews.com - Kebijakan Bupati Kabupaten Manggarai Timur (Matim) dalam meningkatkan pendapatan daerah dengan menghadirkan Pabrik semen di Kecamatan Lamba Leda, Lingko Lolok Desa Satar Punda sudah merusak nilai budaya Manggarai. Bupati dan DPRD Matim sudah Adiktif (candu) akan kekuasaan sehinga hak Rakyat di rampas dengan dalil kepentingan Rakyat. Perselingkuan birokrasi pemerintaan Matim dengan kapitalis merujuk pada duka dan luka yang mengores hati masyarakat Lingko Lolok Desa Satar Punda.
Konflik pembagunan Pabrik Semen di Kecamatan Lamba Leda menjadi topik diskusi yang panas dari kalangan Mahasiswa, Aktivis lingkungan,Tokoh Elit Politik dan Tokoh Agama. Semua angkat bicara dengan berbagai pertimbangan yang cukup rasional dan ada yang pro, ada yang kontra. Disini saya melihat kebijakan Bupati Matim dalam meningkatkan pendapatan daerah dengan membangun Pabrik Semen sudah mencederai Etika Nilai Budaya manggarai.
Seperti yang di lansirkan dari beberapa media lokal NTT bahwa masyarakat di Lingko Lolok Desa Satar Punda akan di Relokasi. Artinya bahwa masyakarat asli dari desa ini akan di pindahkan, itu artinnya nilai-nilai budaya dan adat istiadat Masyarakat setempat telah di lecekan oleh kebijakan perusahan melalui keputusan Bupati Manggarai Timur.
Disini saya teringat Bukunya Vernakuler, di dalam bukunya dia menerangkan tentang Kebijakan Negara dalam proses pengambilan kebijakan pembagunan suatu wilayah dengan melihat dari sisi Etika kultur kebudayaan Masyarakat adat setempat. Semisalnya pembagunan di Papua dalam bidang Ekonomi, Sosial dan Infrastruktur ketika prosesnya mengunakan pendekatan Budaya Jawa maka akan terjadi Kontradiksi antara Budaya Jawa dengan Papua hal ini yang akan menciptakan konflik, karena masyarakat Papua masih memegang tegu Kebiasan teradisi Komunalnya mereka (mencari makan dengan berburu).
Relevansinya dengan kibijakan Bupati Matim untuk hadirkan Pabrik di Matim adalah bertentangan dengan etika budaya Manggarai karena potensi untuk meningkatkan perekonomian daerah Matim bukan menghadirkan Pabrik. Tapi banyak potensi lain, seperti : Bertani, Peternak dan Budidaya Ikan dan lain-lain. Potensi itu yang mesti di lihat dan hal itu yang sesuai dengan Kultur Kebudayaan Masyarakat Manggarai Timur. Jadi etika kultur kebudaya adalah acuan untuk proses pengambilan kebijakan dalam membagun wilayah Manggarai Timur sangatlah penting.
Apakah kebijakan Bupati Matim mengunakan pendekatan kultur kebudayaan masyakarat Manggarai Timur?
Pertanyaan ini atas dasar keraguan penulis terhadap Bupati Agas yang tidak melihat sisi etikan budaya masyakarat Manggarai atau memang Bupati Agas tidak paham Budaya dan adat Istiadat manggarai? Yah, itu bagaian keraguan saya. Mengapa demikian? karena kebijakan Bupati Agas hari ini hanya melahirkan kerusakan nilai-nilai Budaya dan Ekosistem Alam yang ada di Lingko Lolok Desa Satar Pundak itu sendiri. Pentingnya pendekatan Budaya dalam proses pembagunan di wilayah Manggarai Timur agar tidak terjadi konflik maraton (konflik yang berkelanjutan).
Penulis juga ragu dengan DPRD Bernadus Nuel yang bersuara seperti bunglon dengan logikanya yang sedikit bengkok membuat telinga penulis meragukan jabatanya yang tidak berpihak pada rakyat. Setelah melihat pernyataan Wakil DPRD Bernadus Nuel yang sedikit Ambivalen artinya, cara berpikirnya yang saling bertentangan, seperti yang di lansir dari media INDONESIAKORAN.COM peryataannya bahwa, dia menolak Pabrik semen di Luwuk (selasa, 28 Januari 2020) dan di media VOXNtt.COM Wakil DPRD Bernadus Nuel Matim mendukung dengan kehadiran pabrik semen di Luwuk (14/5/2020). Hal demikian yang menjadi tendensius bahwa wakil DPRD Bernadus tidak Konsisten dan komitmen dalam mengambil kebijakan dan tidak serius menjadi wakil rakyat.
Kebijakan DPRD Matim membunuh nilai-nilai budaya Manggarai. Mereka satu simpul dengan Bupati Matim Agas untuk merampas hak masyarakat adat Lingko Lolok Desa Satar Punda. Langka yang di ambil wakil DPRD Bernadus salah satu bentuk keserakahan yang tidak Demokrasi. Proses pembagunan Matim sudah hancur, hancur karena kebijakan-kebijakan yang di ambil tidak melihat nilai budaya dan kebijakan ini hanya melahirkan persoalan baru.
Pemindahan atau merelokasi masyarakat Lingko Lolok Desa Satar Punda akan berdampak hilangnya nilai etika budaya Manggarai. Kita melihat dari setudi kasusnya bahwa ketika Beo (Desa) di pindahkan maka Compang dan Mbaru Gendang ikut di pindahkan disini sudah jelas bahwa, kehadiran Pabrik di tana Manggarai mampu merusak simbol Adat Manggarai yang sangat sakral. Kesakralan Compang dan Mbaru Gendang sudah di lecehkan oleh kebijakan Bupati Agas dan DPRD Bernadus yang sebenarnya mereka adalah putra yang lahir dari darah Manggarai namun nihil kebijakan yang di ambil telah merusak Nilai Budaya Manggarai.
Kerusakan Ekosistem Alam dan Nilai Budaya adalah dasar delik dari perkara kebijakan yang di ambil Bupati Agas dan DPRD Matim. Sehingga penulis meyimpulkan bahwa Bupati Agas dan DPRD Bernadus sudah merusak nilai-nilai budaya dan selingkuh dengan kapitalis demi kepentingan peribadi dan kelompok korporat untuk merampas Hak milik Rakyat Lingko Lolok Desa Satar Punda. Maka dari itu penulis menolak keras Pabrik Semen yang akan berdiri di Kecamatan Lamba Leda, Lingko Lolok Desa Satar Punda.
Merdeka..!!!!!!!