Foto : Yon Dapolla. koord: Kajian Isu Strategis PMKRI CABANG MAKASSAR/Lidinews.com
Sulsel, Makassar, Lidinews.com - Kamis, 30 April 2020. Jika tambang mampu menyejahterakan, maka logikanya semakin banyak tambang maka semakin sejahtera. Namun kenyataannya bukan itu yang terjadi, analisis terhadap jumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) Justru mengatakan sebaliknya.
Sejak beberapa tahun terakhir provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dilanda oleh investasi di sektor pertambangan secara besar-besaran. Para bupati dengan segala kekuasaan yg dimilikinya tidak tanggung-tanggung mengobral dan menggelontorkan izin usaha pertambangan secara massif.
Bagi orang NTT pertambangan adalah monster yang memangsa sumber-sumber hidup dan menimbulkan kerusakan permanen terhadap ruang-ruang hidup mereka. Lantas, bagaimana sikap pemerintah ketika masyarakat menolak pertambangan?. Mengapa pemerintah tetap ngotot dengan kebijakannya?. Lalu, sebenarnya tambang ini untuk siapa?.
Ditahun 2016 ada fenomena yang tidak bisa dijelaskan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Fenomena itu adalah semakin banyak IUP yang dikeluarkan justru semakin kecil penerimaan. Data dan Temuan ini juga sudah terkonfirmasi oleh Koordinasi dan Supervisi Pertambangan Mineral dan Batubara (KORSUP MINERBA) KPK.
Sebelumnya, gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat juga menegaskan untuk menghentikan aktivitas tambang di NTT. Beliau mengatakan NTT merupakan daerah dengan kekayaan alam yang indah. Ia tak mau aktivitas tambang merusak keindahan tersebut.
"Itu tempat orang kecil, namun pemandangannya indah. Jadi, kalau orang kecil dan ada keindahan, itu tidak boleh diganggu,"
Semoga beliau tidak amnesia dan lupa pura-pura atau pura-pura lupa. Penulis hanya mau mengatakan bahwa Tambang dengan kesejahteraan masyarakat itu tidak nyambung.
Omong kosong kalau tambang itu untuk kepentingan masyarakat, itu hanya embel-embel yang di pakai oleh kaum elit utk memperdaya masyarakat. Sekilas hiruk-pikuk persoalan pertambangan di NTT sebenarnnya sudah dimulai seabad yang lalu .
Ada seorang pedagang kompeni JP Freijs pada tahun 1856 meniupkan angin surge. Dia yang mengunjungi Manggarai pada waktu itu mengatakan bahwa dalam perut pulau ini ada emas dan timah. Maka, ada sungai yang tidak mengalir air melainkan besi (ijzer rivier,sungai besi) di Manggarai.
Dalam bukunya Flores In The 19 th century : Aspect If Ducth of Colonialism on A Non Profitable Island (1983), districh Stevan menulis bahwa sebenarnya penguasa Belanda tidak terlalu berminat menguasai pulau Flores, sebab pulau yang miskin itu tidak menghasilkan apa-apa.
Kendati demikian, Belanda dengan VOCnya tetap tergoda dengan laporan Freijs (1854-1855) bahwa kawasan itu terdapat kandungan logam (Timah, Emas dan Intan) yang besar. Untuk membuktikan kebenaran laporan Freijs Belanda mengirim Tin Expeditie (expedisi tima). Ternyata laporan tersebut bersumber pada interprestasi terhadap nama sungai “Wae Pesi” menjadi Sungai Besi.
Expedisi ini gagal total namun terlanjur menewaskan banyak penduduk yang mengundang reaksi keras dari parlemen Belanda dan expedisi timah inipun diberhentikan. Dan ternnyata laporan Freijsh terbukti benar sekarang bahwa NTT adalah provinsi yang kaya akan SDA.
Akhir-akhir ini masyarakat manggarai timur NTT ramai membincangkan terkait tambang yang sebentar lagi akan beroprasi di Lingko Lolok, desa Satar Punda, kecamatan lambaleda seakan mengalahkan existensi Covid 19 yang sedang melanda. Berbagai argumentasi muncul, antara pro dan kontra perihal wacana hadirnya tambang semen di Lingko Lolok memenuhi ruang media daring.
Untuk diketahui izin dari tambang ini sedang bermasalah . Selain lokasi tambang berada di tanah ulayat Lingko Lolok berbagai persoalan lain juga muncul bahwasannya tambang ini berpotensi akan merusak lingkungan sekitar, bagaimana tidak, luas lahan tambang yang dibutuhkan adalah 505 hektare dan jarak antara tempat eksplorasi tambang dengan permukiman warga hanya 100 meter sehinggah potensi kerusakan kampung Lingko Lolok sangat besar.
Kesulitan ekonomi menggiring orang untuk memilih apapun yang saat ini bisa diperoleh secara cepat, secara sengaja ataupun tidak sengaja untuk meluputkan perhatian dari dampak dan keadaan jangka panjang, terlihat dari kompensasi atau DP yang diberikan oleh pihak perusahaan kepada warga Lingko Lolok kali lalu ialah sebesar 10 juta rupiah.
Berbagai daerah lain telah mengajarkan kita untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Beberapa contoh bisa disebutkan sperti penambangan emas oleh PT.Freeport di Papua, Newmont di NTB, Tembaga di Sulsel, pertambangan Timah di Bangka Belitung, berbagai pertambangan Batu Bara di Kalimantan dan lain-lain.
Belajar dari kasus-kasus pertambangan di daerah lain. Expansi capital pertambangan ke kepualauan NTT tergolong baru dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia.
Bisa dikatakan, tak ada perusahaan raksasa tambang yang beroprasi di NTT sebelum liberalisasi di mulai tahun 1998.
Jenis usaha dan industri yang berkembangpun lebih banyak pada industri jasa seperti kontraktor, pariwisata, perdagangan hasil bumi. Paling bertersinggungan pada pertambangan lewat usaha kontraktor yang melakukan galian C (Batu dan Pasir) untuk bahan campuran bangunan dan jalanan.
Demikian satu-satunya industri milik pemerintah daerah adalah PT. Semen Kupang yang memasok kebutuhan daerah, perusahaan inipun mulai bagkrut sejak masuknya Semen Tonasa dan Gresik pasca 1998 terutama seiring berlakunya UU Penanaman Modal, mulai banyak perusahaan besar masuk dan mencari peluang keuntungan pada berbagai bidang ekonomi terutama yang berkaitan dengan keberadaan sumber daya alam.
Kekayaan alam adalah milik rakyat, namun pemanfaatan yang terjadi saat ini dalam bentuk penambangan tradisional dan maupun modern sebenarnya berada diluar rencaana rakyat sendiri. Rencana dan desain ini diciptakan oleh kepentingan industri, didesakan kepada pemerintah pusat kemudian pemda, kemudian rakyat jadi korban pasif dari kehendak pemodal.
Lingkungan hidup akan meengalami kerusakan permanen, sumber-sumber kehidupan akan hilang untuk selamanya ,masyarakat sendiri akan terancam kehilangan tempat tinggal, ketika ruang hidupnya akan dirampas oleh monster pertambangan. NTT Aakan bernasib sama seperti Bangka Belitung, Kalimantan dan Papua.
Pertambangan bukan pilihan yang tepat untuk membangun NTT, jika tetap fokus dengan tambang masyarakat bisa menderita akibat lingkungan dirusak, NTT masih bisa dibangun dengan meningkatkan kapasitas dibidang Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Pariwisata.
Selain itu, NTT terkenal dengan musim kemarau cukup panjang, akibatnya NTT memang selalu mengalami bencana krisis air, pangan dan bencana alam lainnya. Lagi pula, NTT memiliki populasi Hutan yang sangat sedikit. Bila diteruskan maka NTT akan mengalami krisis sosial Ekologis manusia dan Alam.
"Stop tambang sebelum Peta NTT dimuseumkan".
Penulis : Yon Dapolla (koord: Kajian Isu Strategis PMKRI CABANG MAKASSAR)
Laporan : Fansisius Gunawan