Sumenep, lidinews.com - Hari jadi ibu Kita Kartini seharusnya menjadi momentum bagi kaum perempuan untuk kembali mentafsirkan kebebasan yang disebut dengan istilah emansipasi wanita.
Tidak dipungkiri, feodalisme dan keningratan mungkin sudah punah di bumi Nusantara. Akan tetapi tidak sedikit kaum perempuan yang justru mentafsirkan emansipasi sebagai kebebasan yang tanpa batas.
Padahal persamaan derajat antara perempuan dengan pria yang menjadi konten dari emansipasi terkait dengan profesionalitas, mendapatkan peluang sama dalam politik, serta diberikan kebebasan untuk menentukan pilihan dalam kehidupannya dan yang terakhir diberikan hak dalam musyawarah.
Artinya, emansipasi perempuan adalah sebentuk idealisme untuk mengubah paradigma berpikir bahwa kaum perempuan adalah insan yang lemah, tidak memiliki kecerdasan, ruang geraknya terbatas bahkan dianggap sebagai penghambat kesuksesan pria.
Seharusnya kebebasan semacam ini yang menjadi tafsir tunggal terkait dengan emansipasi yang pernah diperjuangkan oleh kaum feminis pada abad 20 di Amerika sana atau yang ditangkap dalam sisi kehidupan seorang putri Indonesia yang dipanggil Kartini.
Refleksi Kebebasan Salah yang Disandarkan Pada Emansipasi ala Kartini
Ilustrasi di atas adalah sebentuk refleksi yang didasarkan pada hegemoni-hegemoni individu yang muncul dari sosok perempuan atas dasar kebebasan. Yang mana kebebasan masih ditafsirkan sebagai keluwesan dalam berpakaian serta bebas dalam berperilaku yang secara etika melanggar adat ketimuran.
Pemahaman kebebasan semacam ini yang perlu diluruskan. Karena emansipasi adalah sebentuk perjuangan untuk mengembalikan hak dan martabat perempuan sebagai insan yang setara dengan kaum pria dalam berkehidupan. Tetapi tidak juga dengan bebas melakukan apapun tanpa batasan.
Sebagai bagian dari refleksi tentu narasi di atas bisa dijadikan bahan kontemplasi bagi setiap manusia atau insan yang bernama perempuan. Paling tidak di hari jadi RA Kartini ini ada keinginan memfaktualkan idealisme berpikir menjadi sebuah kenyataan untuk "boleh bebas tetapi tetap terikat dengan etika keibuan".
Karena hanya dengan berpikir perempuan akan menjadi calon seorang ibu maka dari sanalah akan muncul sifat-sifat yang menjadi puncak etika tanpa harus mengorbankan kebebasan perempuan sebagai manusia seperti yang sudah dijelaskan di atas.
Semoga perempuan-perempuan Indonesia akan menjadi Kartini-Kartini baru yang berjuang atas nama emansipasi dengan menempatkan diri sesuai proporsinya tidak di atas kaum pria tetapi setara dengannya.
Reporter: Ags