terkini

Iklan Podcast

Mencari Perempuan Ideal

Lidinews
Selasa, 4/21/2020 03:19:00 AM WIB Last Updated 2023-02-11T03:45:34Z
                        Sumber  foto : Wikipedia


Sulsel,Makassar,Lidinews.com-Selasa, 21 April 2020. Term perempuan memang lazimnya ditulis, didengar, bahkan dimiliki. Tapi maksud saya adalah perempuan ideal.

Perempuan konon katanya berasal dari kata "empu" bahasa sansekerta yang populer digunakan zaman Hindu kuno oleh para pendahulu dan ahli agama sebut saja Empu Tantular yang menulis kitab Sutasoma.

Kata "empu" sendiri berarti: lahir atau milik lalu melalui EYD serta ejaan sebelumnya ditambahkan kata Per-empu-an. Kata "perempuan" berlanjut menjadi baku dan menjurus kepada kodrati mahkluk TUHAN berdasarkan posisi tidak eufumis (halus) menjadi identitas seperti tulisan data diri yang memberatkan dan menggambarkan jenis kelamin.

Kembali pada pokoknya "mencari perempuan" disini saya menulis atau mengetik bukan mencari jodoh, jadi jangan disalahartikan. Ada dua pertanyaan substansial disini :

1.Mengapa harus perempuan ideal?

2. siapakah perempuan ideal dimaksud?

Jika pertanyaan pertama dari kata mengapa, maka jawabanya adalah karena hari ini hari Kartini dan sengaja saya tulis bukan berarti saya pegiat patriarki atau semacamnya. Dahulu ibu kita "R.A Kartini" getol memperjuangkan nasib kaum perempuan yang menolak diskrimninasi, dominasi laki-laki dalam hal sosial, politik atau aspek lainnya.

Boleh saja dikatakan beliau adalah "perempuan ideal" jika dilihat dari sisi sejarah perjuangannya melalui usaha-usaha menegakkan hak perempuan .
Selanjutnya, potret sejarah perjuangan Kartini apakah diemban dan dijaga generasi kita sekarang ini atau tidak?.

Kalaupun ada, mayoritas kita entah kaum perempuan bahkan laki-laki belum mampu menjaga amanahnya. Hal ini disebabkan banyak faktor seperti: kemajuan IPTEK , tetek bengek budaya, serta perilaku xenomaniac atau tingkah laku yang cenderung meniru gaya barat.

Mulai dari rambut diwarnai, celana robek, serta belahan dada yang dibuka atau pemujaan terhadap smartphone dengan aplikasinya membuat kita lupa diri terhadap kepribadian kebangsaan. Modernisasi bukanlah hal tabu dan dihindari, tapi yang ditentang adalah westernisasi, termasuk tingkah xenomaniac tadi itu.

Kehadiran modernisasi (zaman baru) bisa ditepis oleh dimensi moral pendidikan dan agama. Lalu, bagaimna dengan tetek bengek budaya?. Apa ia harus dihapuskan karena sisi ideal perempuan tak nampak alias agak suram, persoalanya budaya kita tak menjamin modernitas bahkan kaku. Kalau saja budaya kita memberi peluang bagi perempuan untuk tidak hanya mengurus dapur, maka kesetaraan yang diimpikan Kartini  terlihat.

Pertanyaan kedua, siapakah perempuan ideal?Apakah perempuan ideal itu seperti Kartini yang berjuang untuk emansipasi wanita atau bagaimana?

Kita sering mendengarkan bahkan membaca kata pamungkas Kartini  "Habis gelap terbitlah terang" maka generasi z di era revolusi industri 4,0  secara mayoritas mempraktekan dengan cara setelah pemadaman Listrik oleh PLN, Smartphone dicharger lalu bermain aplikasi tiktok.

Lebih parah kalau masuk lembaga/organisasi mengisi kosongnya posisi untuk dokumentasi selfie demi gengsi dan sosmed kronologi ataupun story. Maaf Perempuan ideal tak sebercanda itu, seharusnya kata "ideal" bukan secara serampangan jadi idealis, idealisme atau hal lain.

Akan tetapi, lebih menetapkan standar keperempuanan dan kemanusiaan sesuai kata bijak emanual kant  "Adillah sejak dalam pikiran" kalau mau memulai jadi ideal memulai dari pikiran kemudian ditafsirkan melaui perkataan, lalu tindakan hingga dilakukan untuk menjadikannya sebagai kebiasaan agar menjadi karakter.

Para pendiri bangsa sudah menyerukan seruan "Bangunlah jiwanya bangunlah badannya" agar keperempuanan ideal menjadi teladan bagi bangsa dan negara dari generasi kegenerasi.


Penulis : Dion Rasu




Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Mencari Perempuan Ideal

Iklan