Foto: Robert Dacing. Mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris STKIP YPUP Makassar/Lidinews.com |
Sulsel, Makassar, Lidinews.com - Kamis, 30 April 2020. Ditengah maraknya wabah virus Corona, sisi lain pandemi ini tidak hanya mencekik sektor kesehatan, ekonomi, ketahanan pangan, namun wajah pendidikan rupanya ikut mencekik bagi peserta didik maupun pendidik.
Sebagai tragedi kemanusian, ribuan nyawa menjadi korban tumbalnya. Sungguh, kepanikan publik menjadi bias. Bayangkan saja dulu sebelum apa yang di pikirkan bagai mana nasib pendidikan di indonesia di balik wabah ini.
Demi mencegah terputusnya rantai penularan Covid-19, pemerintah instruksikan lewat Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Nadiem Makarim) untuk memberhentikan semantara aktivitas belajar mengajar dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi.
Pendidikan adalah suatu proses belajar pengetahuan, keterampilan yang di wariskan ke setiap generasi melalui pengajaran, pelatihan dan penelitian. Sebagai pendidik yang bermartabat memanusiakan manusia adalah tugas mulianya.
Ditengah kota tentu efektif atas proses belajar mengajar secara online, bagaimana tidak siswanya sudah siap fasilitas sesuai kebutuhan belajarnya. Tidak hanya itu, sisi lain belajar di tengah kota hanya keluh kesah atas kebijakan pendidik dengan menumpukan berbagai tugas.
Ironi bagi pelajar di pelosok dilema atas kebijakan itu, jauh dari kemewahan fasilitas yang memadai nasib mereka tergantung kreativitas dari sang pendidik. Secara kasat mata kita sama-sama tahu bagaimana dampaknya belajar secara online, ditengah minimnya fasilitas. Yang menjadi persoalan utama adalah keterbatasan akses jaringan internet serta minimnya pengguna Android setiap siswa.
Di kutip dari laman cnnindonesia.com, Nadiem Makarim menekankan pembelajaran jarak jauh tak harus selalu menggunakan internet. Terlebih dalam kondisi darurat seperti ini, kreativitas kata dia jadi kuncinya.
Kreativitas dalam artian sebagaimana seorang guru pahlawan tanpa tanda jasa untuk bangsa dan negara, banyak cara yang di lakukan supaya pendidik tetap mengedepankan tugas dan tanggunjawab. Semisalnya, bagunkan ruang gerak belajar dengan cara mendatangi setiap rumah siswa. Dan masih ada cara lain untuk proses belajar lebih nyaman bagi peserta didik.
Cukup hal sederhana yang di lakukan, proses belajar dengan tatap muka secara langsung dengan siswa alangkah lebih baik ketimbang berbasis online. Di balik usaha kreativitas seorang guru, tidak lupa peran orang tua bagai mana mendidik anaknya selama belajar di rumah. Belajar di rumah masih ada kendala bagi siswa, daya tangkap pemahaman atas belajar lewat media sosial belum tentu di pahami secara baik.
Nihil hasilnya, mau tidak mau harus di jalani atas dasar keputusan pemerintah. Atas dasar itu pendidik perlu kreativitas sesuai situasi dan kondisi di daerah masing-masing. Untuk mengatasi hal tersebut tidak muda, prihal yang menjadi utama disituasi seperti ini adalah tetap jaga jarak, budayakan menjaga imunitas tubuh dan ikuti anjuran pemerintah.
Upaya pemerintah untuk merumahkan siswa ada baiknya, melihat dampaknya wabah virus ini cukup besar sehingga beberapa daerah melakukan belajar dari rumah.
Buruk rupa wajah pendidikan di pelosok negeri ini sangat memprihatinkan, jauh sebelum covid-19 merengut ribuan nyawa manusia sudah terlihat jelas bagaimana fasilitas yang menjadi kendala utama. Moral dan tanggung jawab guru terus di tuntut, di tengah pandemi mereka kerja dari rumah untuk mecerdaskan anak bangsa.
Pendidik perlu apresiasi yang sangat tinggi, terlebih khusus di pelosok. Berbagai tantangan mereka telah lalui demi siswanya agar tetap belajar. Melewati rintangan bukan menjadi hambatan bagi mereka, sebab nasib bangsa indonesia kedepannya tergantung generasi saat ini.
Penulis: Robert Dacing (Mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris STKIP YPUP Makassar)
Laporan: Fansisius Gunawan