Karena dampaknya yang luar biasa kejam dan mencekik, atas nama penganggulangan dan pencegahan mata rantai penyebaran, pemerintah pusat melalui Presiden RI mengeluarkan kebijakan publik yang terintegrasi yaitu “Sosial Distancing”. Dan untuk mereduksi dampak lain dibalik kebijakan tersebut, pemerintah pun menerbitkan kebijakan lain, semisal penyaluran bantuan dengan klasifikasi tertentu. Tujuannya yaitu untuk melindungi segenap rakyat indonesia dari bahaya virus ini, baik dari sisi kesehatan, dampak ekonomi, ketahanan pangan dan sebagainya.
Dikutip dari media Daring Kompas.com edisi 31 Marer 2020, “Jokowi Tambah Anggaran Rp 405,1 Triliun Untuk Tangani Covid 19”. Pemerintah memutuskan untuk total tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan covid 19 adalah sebesar 405,1 triliun dengan klasifikasi penggunaan, 75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, 110 tiliun untuk perlindungan sosial, 70,1 untuk insentif perpajakan dan stimulus Kredit usaha rakyat dan 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.
Selain pemerintah pusat, pemerintah provinsi, kabupaten/kota juga mengucurkan anggaran untuk tangani covid 19. Besaran anggaran disesuaikan dengan kesepakatan pemerintah terkait dengan dewan perwakilan rakyat berdasarkan rasionalisasi anggaran tahun 2020. Semisal Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalokasi anggaran untuk tangani Covid 19 senilai 286 miliar yang dinaikan dari 60 miliar (Sumber,Liputan6.com) .Fantastis bukan anggarannya? Tentu cukup fantastis.
Dari semua total anggaran yang dikucurkan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, ada suatu kecemasan publik soal habitus koruptif dari elit elit nakal yang menangani anggaran tersebut. Sebab, potensi korupsi dari besaran anggaran yang dikucurkan pasti cukup tinggi. Modus modus yang dilakukan pun bermacam macam.
Apakah anggaran covid 19 dijadikan berkat bagi elit nakal? Iya.hal itu akan nampak jika realitas lapangan tidak sesuai dengan kebijakan dan kucuran anggaran dari pemerintah pusat hingga pemerintah desa/kelurahan. Penulis berasumsi bahwa, begitu banyak elit nakal yang akan memanfaatkan benacana ini sebagai lahan basah pengerusan kas negara.
“Jarah Rumah Yang sedang terbakar’, inilah yang akan dilakukan oleh elit elit nakal yang tanpa kompromi memanfaatkan anggaran ini sebgai berkat tambahan ekonomi mereka. Tujuan utama untuk rakyat diafiliasi dengan rincian klasifikasi dan pada ujungnya “berkat melimpah” ada di kantong elit nakal.
Sekretaris Jendral Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran(FITRA),Misbah Hasan kepada Republikonline menyampaikan bahwa Anggaran Covid 19 potensi koruptif. Dan modus korupsinya antara lain, penggelapan dana bantuan, data yang bermasalah hingga berujung pada pemangkasan bantuan karena datanya bermasalah dan tidak sesuai, pendataan dobel tetapi anggaran tidak dikucurkan.
Nah, jika ditelisik cara pemerintah dan para elit sekarang, semberawut penanganan coivid19 sudah mulai nampak. Indikasi koruptif akan terbaca jika suatu saat masalah muncul dipermukaan. Karena hampir di setiap wilayah nusantara, pemerintah menguccurkan anggaran rata rata dengan nilai yang cukup fantastis. Pertanyaannya, apakah itu untuk rakyat?
Rakyat kadang dijadikan sebagai kamuflase kepentingan para elit nakal(koruptif). Anggaran yang cukup besar adalah berkat tambahan para elit nakal. Ilhami, Pencuri tidak akan kehabisan cara untuk menjarah bangsanya sendiri.
Penulis : Acik Wesa
Laporan : Fansisius Gunawan